RI Berpotensi Kehilangan Rp308 Triliun dari Aturan Rokok, Ini Hitung-hitungannya
JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) merilis hasil studi terkait penerapan PP 28/2024 dan RPMK tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik yang mencakup aturan kemasan polos tanpa merek, jarak larangan penjualan, dan pembatasan Iklan, akan berdampak negatif pada kinerja industri, penerimaan negara, dan tenaga kerja. Aturan tersebut diyakini dampak merugikan negara hingga ratusan triliun.
Ekonom Senior Indef Tauhid Ahmad mengungkapkan, jika ketiga skenario itu diterapkan secara bersamaan, maka dampak ekonomi yang hilang diperkirakan mencapai Rp308 triliun atau setara dengan 1,5 dari PDB.
Pertama, penerapan kemasan polos rokok yang menyebabkan downtrading sehingga memicu peralihan ke rokok ilegal lebih cepat. Kondisi ini bisa menurunkan permintaan produk rokok legal yang berpotensi kerugian sebesar Rp 182,2 triliun.
Kemudian, penerapan larangan berjualan rokok di sekitar fasilitas pendidikan yang akan berdampak kepada 33 persen pelaku ritel. Sehingga potensi kerugian yang dihitung sebesar Rp 84 triliun.
Ketiga, pembatasan iklan rokok yang bisa menurunkan permintaan jasa periklanan. Kondisi ini berpotensi menyumbang kerugian sebesar Rp 41,8 triliun.
Selain itu, dari sisi penerimaan negara, pemerintah berisiko kehilangan pendapatan pajak Rp160,6 triliun atau sekitar 7 dari total penerimaan perpajakan nasional.
Rinciannya yakni, pertama Rp95,6 triliun akibat penerapan kebijakan kemasan polos. Kedua Rp43,5 triliun dari penerapan larangan berjualan di sekitar lingkungan pendidikan. Ketiga, Rp21,5 triliun dari pembatasan iklan rokok.
Sehingga menurut Tauhid kondisi itu bisa mempengaruhi capaian pertumbuhan ekonomi sebesar lebih dari 5 seperti yang sudah ditargetkan pemerintah.
"Berat kalau misalnya secara agregat kita ingin tumbuh di atas 5 persen. Tapi kita sudah berkurang totalnya hampir Rp 308 triliun," ucapnya, Selasa (8/10/2024).
Tauhid menyinggung soal kerugian pajak sebesar 7 yang disebutnya bukan angka kecil. Terlebih jika dibandingkan dengan rasio pajak (tax ratio) Indonesia sebesar 10 - 11.