Marak Pelanggaran Etika Penyelenggara Negara, Indonesia Butuh Penguatan Integritas

Marak Pelanggaran Etika Penyelenggara Negara, Indonesia Butuh Penguatan Integritas

Nasional | okezone | Rabu, 18 September 2024 - 16:33
share

JAKARTA – Sekretaris Jenderal Transparancy International Indonesia (TII) Danang Widoyoko mengatakan bahwa persoalan pelanggaran etika
oleh penyelenggara negara masih marak terjadi dan jadi hal mendasar di Indonesia. Maka untuk itu butuh penguatan integritas menyeluruh
terutama bagi penyelenggara negara.

Pelanggaran etika turut terjadi di lembaga peradilan yang akhirnya menimbulkan parodi Mahkamah Kakak untuk menyetil MK dan Mahkamah
Adik untuk mengkritik MA. Di lembaga lain yang berkaitan dengan hukum juga masih terjadi pelanggaran etika. Contohnya yang menimpa
pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Nurul Ghufron yang dijatuhi sanksi teguran dan pemotongan gaji akibat korespondensi dengan
pejabat di Kementerian Pertanian.
 
Dalam konteks ini, Danang menilai pentingnya integritas dan independensi dalam peradilan. "Independensi peradilan dan integritas aktor
peradilan adalah kunci utama," katanya dalam diskusi kelompok terpumpun (FGD) bertema 'Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara:
Perspektif Budaya Hukum' yang digelar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan,
Selasa 17 September 2024.
 
Ia mencontohkan sosok Jaksa Agung Baharuddin Lopa dan Hakim Agung Artidjo Alkostar yang dengan kesederhanaan dan integritasnya, tidak
mudah diintervensi oleh kekuasaan. “BPIP dan Pancasila punya kemampuan untuk mendorong dan menegakkan integritas (di masyarakat),”
katanya.


 
Pakar politik Universitas Airlangga Surabaya, Airlangga Pribadi mengatakan bahwa etika harus berlandaskan pada reasoning atau penalaran
yang rasional. "Etika publik adalah kemampuan reasoning. Sehingga kita memiliki argumen rasionalnya untuk berhadapan dengan publik,"
jelasnya.
 
Ia menegaskan, rasionalitas dalam pengambilan Keputusan oleh kekuasaan penting agar hukum di Indonesia tidak dijadikan alat untuk
menghadirkan otokrasi legalisme, yaitu menggunakan hukum untuk memperkuat kekuasaan.
 
“Kerentanan penyelenggara negara jangan-jangan jantungnya pada kehilangan rasionalitas dan berpikir kritis tentang tindakan dan sikap yang
diambil penyelenggara negara tadi. Sehingga kemudian, yang muncul bukan etika,” katanya.

Menyikapi hal tersebut, BPIP melalui Kedeputian Bidang Pendidikan dan Pelatihan telah melakukan Pembinaan Ideologi Pancasila kepada
seluruh kalangan, termasuk Diklat PIP bagi eksekutif atau pejabat negara. BPIP senantiasa menekankan integritas penyelenggara negara
merupakan alasan fundamental dalam etika penyelenggaraan negara.
 

Topik Menarik