BP Taskin Sebut Kemiskinan Dapat Picu Ketidakamanan Nasional
Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) Budiman Sudjatmiko menilai kemiskinan tidak hanya berdampak pada kesejahteraan individu, tetapi juga berpotensi mengancam keamanan nasional. Sebab, meningkatnya angka kemiskinan dapat mengganggu stabilitas sosial dan politik.
Hal itu disampaikan Budiman Sudjatmiko dalam kuliah singkat di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri Sekolah Staf dan Pimpinan (Sespim Polri). Kuliah digelar di Kantor BP Taskin, Grand Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (7/3/2025).
Dalam menghadapi kemiskinan, kata Budiman, ada faktor penting yang tidak boleh diabaikan, yakni potensi gangguan terhadap stabilitas nasional. Menurutnya, golongan rentan miskin yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah kelas menengah. Kelas ini sangat mudah jatuh ke dalam kemiskinan karena berbagai faktor seperti pemutusan hubungan kerja (PHK) atau hilangnya akses ekonomi lainnya. Meskipun secara ekonomi kelas menengah lebih mapan, mereka sering kali merasa kecewa terhadap sistem politik yang ada, dan kecerdasan mereka bisa dimanfaatkan untuk menggalang massa atau melakukan perubahan radikal.
"Orang pintar yang tidak diberi kesempatan akan melihat masa depan suram, dan orang miskin yang ekstrem malah cenderung melihat masa depan cerah," kata Budiman.
Frustrasi dan rasa putus asa yang muncul di kalangan kelas menengah dapat memicu ketidakstabilan, terutama jika mereka tidak diawasi dengan baik oleh aparat.
Dalam diskusi tersebut, peserta kuliah juga memberikan masukan mengenai kategori kemiskinan. Budi Asrul, salah seorang peserta, mengungkapkan fenomena menarik di Jakarta, di mana ada orang miskin yang mapan. Ia mencontohkan Pak Ogah, yang sehari-hari bisa menghasilkan uang hingga jutaan rupiah dari aktivitas di sekitar Senayan. Meski pendapatan mereka tinggi, namun cara hidup tersebut tidak mendukung ekonomi yang sehat dan berkelanjutan.
"Di beberapa daerah, polisi bisa menghilangkan orang miskin yang hidup dengan cara seperti ini dengan menindaknya," kata Budi.
Fenomena ini menjadi salah satu indikasi bahwa kemiskinan bukan hanya soal kekurangan materi, tetapi juga berkaitan dengan perilaku ekonomi yang tidak sehat. Budiman menilai bahwa penyebab fenomena ini adalah sistem ekonomi yang belum sehat. Banyak orang kaya yang tidak mendapatkan penghasilan dari produksi yang sah, dan ekonomi seringkali hanya dinikmati oleh segelintir orang. Ini terjadi karena pemanfaatan alam yang tidak memberikan nilai tambah bagi perekonomian.
"Permasalahan ekonomi di Indonesia adalah ekonomi yang bukan berdasarkan entrepreneurship. Politik kita tidak didanai oleh perusahaan yang menambah nilai, tetapi didanai oleh perusahaan perkebunan, pertambangan, dan pembabatan hutan," ungkap Budiman.
Sistem ekonomi yang masih berbasis cara-cara konvensional ini menghambat Indonesia untuk bersaing di dunia internasional.
Walaupun kemiskinan memiliki potensi besar untuk menimbulkan ketidakamanan, pemerintah di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto berusaha mengurangi kemiskinan dengan mengimplementasikan tiga program andalan. Ketiga program tersebut adalah Makan Bergizi Gratis (MBG), rumah murah, dan sekolah rakyat. Budiman percaya bahwa ketiga hal ini dapat memberikan efek bergulir yang positif bagi masyarakat.
Dengan menyediakan akses kepada makanan bergizi, tempat tinggal yang layak, dan pendidikan yang baik, diharapkan generasi mendatang akan tumbuh lebih sehat dan cerdas. Hal ini akan memperbaiki kualitas hidup mereka dan memperkuat stabilitas sosial dan ekonomi di masyarakat.
Budiman berharap, dengan menyalakan mesin sosial melalui ketiga stimulus ini, roda perekonomian masyarakat akan berputar lebih lancar dan pada gilirannya, menjaga keamanan nasional yang lebih terjamin.