Angkatan Puisi Esai: Sebuah Gerakan Baru Warnai Sejarah Sastra Indonesia
Puisi esai sebuah genre sastra yang lahir dari inisiatif Denny JA telah mencatatkan namanya dalam sejarah sastra Indonesia. Genre ini tidak hanya menciptakan karya-karya inovatif, tetapi juga membentuk sebuah angkatan sastra yang mencerminkan dinamika sosial dan budaya masa kini.
“Di setiap gelombang sejarah, sastra adalah saksi. Kadang dia bersuara lembut seperti bisik angin, kadang dia menjerit seperti badai. Tapi selalu dia mencatat jejak jiwa manusia," ujar Denny, Senin (16/12/2024).
Dia menuturkan kutipan tersebut mengingatkan kita akan kekuatan sastra sebagai kronik yang tidak hanya mencatat peristiwa, tetapi juga emosi dan makna di baliknya. Puisi dengan keindahan bahasanya memiliki peran istimewa sebagai jembatan antara yang nyata dan imajinatif, antara fakta dan rasa.
Topik ini menjadi salah satu pembahasan utama dalam Festival Puisi Esai Jakarta ke-2 tahun 2024 di PDS HB Jassin TIM. Lahirnya Angkatan Puisi Esai adalah momen penting dalam sejarah sastra Indonesia.
Lahirnya Angkatan Puisi Esai menandai titik penting dalam perkembangan sastra Indonesia dengan lebih dari 2.000 halaman karya yang membuktikan relevansinya sebagai gerakan sastra besar.
Denny menuturkan buku-buku itu menjadi bukti fisik sebuah gerakan besar seperti kompas yang menandai arah baru sastra Indonesia sekaligus ruang bagi dialog kritis tentang inovasi estetika, narasi sosial, dan relevansi sastra modern.
"Angkatan Puisi Esai adalah fenomena unik dalam sejarah sastra disebut sui generis oleh Pengamat Sastra Jerman Berthold Damshauser karena menjadi angkatan pertama yang dinamai berdasarkan genre," katanya.
Menurut Berthold, ini adalah genre yang berkembang pesat dalam waktu singkat, melintasi batas Indonesia hingga Malaysia, Brunei, Thailand, dan Singapura. Dia juga mencatat bahwa belum pernah ada genre sastra sebelumnya yang digagas oleh satu individu dan mencapai dampak sebesar ini.
"Berthold, awalnya skeptis terhadap genre ini. Namun, dia kemudian mengakui kekuatan inovatif Puisi Esai. Baginya, genre ini adalah sui generis-unik dan tak terbandingkan. Dia mencatat bahwa tidak pernah ada genre sastra lain yang tumbuh begitu pesat dan diterima luas, bahkan menembus konteks global sejak awal digagas oleh satu individu," paparnya.
Agus R Sarjono menegaskan sejak Angkatan 2000 hanya Puisi Esai yang menjadi inovasi besar dalam sastra Indonesia. Dimulai dari buku Atas Nama Cinta karya Denny JA pada 2012, genre ini telah melahirkan banyak karya dengan estetika dan tema serupa.
Menurut Agus, polemik yang melibatkan Puisi Esai melampaui semua perdebatan sastra sebelumnya mencerminkan pengaruh besarnya. Agus adalah tokoh pertama yang mendeklarasikan lahirnya Angkatan Puisi Esai.
Dia sudah menyatakan pada Festival Puisi Esai ASEAN di Sabah ke-3, Juni 2024 lalu. Agus pula yang memimpin penulisan empat seri buku Angkatan Puisi Esai, yang total tebalnya sekitar 2.000 halaman.
Dia melihat Angkatan Puisi Esai sebagai sebuah momen besar dalam sejarah sastra Indonesia. Genre ini memiliki estetika yang khas: narasi panjang, tema sosial yang kuat, dan penggunaan catatan kaki sebagai elemen integral.
Agus juga menekankan bagaimana Puisi Esai telah melampaui batas Indonesia, diterima di Malaysia, Brunei, dan Singapura, menjadikannya gerakan sastra pertama di Indonesia yang benar-benar transnasional.
Sementara, Jamal D Rahman memandang bahwa masa depan Angkatan Puisi Esai bergantung pada generasi muda, khususnya Gen Z yang akrab dengan AI dan media sosial. Dia memuji inklusivitas genre ini yang membuka ruang bagi orang dari berbagai latar belakang untuk menulis sehingga menghapus eksklusivitas dunia kepenyairan dan mendukung keberlanjutan genre.
Dalam esainya yang terpisah, Ahmad Gaus menyoroti pentingnya Puisi Esai sebagai jembatan antara sastra dan masyarakat luas. Dengan gaya narasi yang mudah diakses dan tema-tema yang relevan, Puisi Esai membuka pintu bagi mereka yang sebelumnya merasa terasing dari dunia sastra.
Dia menegaskan genre ini tidak hanya menjadi milik penyair, tetapi juga politisi, akademisi, dan masyarakat umum, menjadikannya sebuah gerakan literasi inklusif yang menyegarkan.
Dalam esai terpisah, Imam Qalyubi melihat Puisi Esai sebagai ijtihad sastra. Dia menyoroti riset mendalam yang dilakukan Denny JA sebelum memperkenalkan genre ini yang mencerminkan kebutuhan masyarakat terhadap karya sastra yang relevan dan mudah diakses.
Letjen TNI yang Belum Genap Sebulan Duduki Jabatan Baru, Nomor 5 dan 6 Peraih Adhi Makayasa
Baginya, Puisi Esai tidak hanya estetika tetapi juga cara baru untuk menghidupkan dialog sosial yang selama ini terabaikan oleh sastra konvensional.