Fraksi PKS DPR Datangi Markas PBB, Diplomasi Parlemen untuk Anak Gaza Korban Agresi Israel
JAKARTA - Fraksi PKS DPR kembali mendatangi Markas Besar PBB di New York dalam rangka melakukan diplomasi parlemen. Delegasi Fraksi PKS dipimpin langsung oleh Ketua Fraksi Jazuli Juwaini bertemu dengan Perwakilan Khusus Sekjen PBB (SRSG) Untuk Isu Kekerasan Terhadap Anak atau Special Representatives of Secretary General for Violence Against Children.
Delegasi Fraksi PKS terdiri dari Ketua Fraksi Jazuli Juwaini, Anggota Komisi XI Ecky Awal Mucharam, Anggota Komisi I Habib Idrus Al Jufri, Anggota Komisi V Yanuar Arif Wibowo, Anggota Komisi VI Ismail Bachtiar, Anggota Komisi XII Meitri Citra Wardani dan Muhammad Haris, serta Anggota Komisi XIII Meity Rahmatia, bertemu dengan Pablo Espienella dari Kantor Perwakilan Khusus Sekjen PBB.
Delegasi disambut oleh Duta Besar LBBP Wakil Tetap RI Untuk PBB New York/Wakil Menteri Luar Negeri Arrmanatha Nasir dan didampingi Deputi Wakil Tetap RI Untuk PBB New York Duta Besar Hari Prabowo.
Pertemuan yang diselenggarakan di PBB New York ini membahas agenda perlindungan anak dari kekerasan khususnya dari konflik dan peperangan. Secara khusus delegasi mengangkat nasib anak-anak Palestina yang menjadi korban agresi Israel di Gaza, Rafah, dan Tepi Barat.
Dalam sambutannya, Jazuli Juwaini mengatakan, Fraksi PKS DPR RI memiliki kepedulian yang besar terhadap dalam upaya perlindungan anak-anak dari kekerasan atas nama apapun.
"Dalam konteks tersebut, Fraksi PKS mengapresiasi dan terus mendukung Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB Untuk Isu Kekerasan terhadap Anak yang sesuai mandat PBB bekerja melakukan pencegahan dan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap anak," ujarnya.
Secara khusus, Fraksi PKS memperjuangkan nasib anak-anak Palestina dari kekejaman Israel yang menurut laporan Kementerian Kesehatan Palestina sudah menewaskan lebih dari 42.800 korban jiwa warga sipil Palestina, dimana 14.000 korban tewas adalah anak-anak. Sementara itu, ribuan anak lainnya harus menanggung luka fisik maupun psikis.
Data yang dihimpun War Chield Alliance menyebutkan lebih 16.000 anak di Gaza telah menjadi yatim sejak agresi Israel Oktober 2023. Sementara itu lebih dari 17.000 anak di Gaza terpisah dari orang tuanya di tenda-tenda pengungsian. Mereka mengalami depresi dan stres yang mendalam atas kekejaman Israel.
"Tidak ada tempat yang aman di Gaza, Rafah, dan seluruh wilayah Palestina. Semua anak-anak Palestina telah terpapar pada pengalaman traumatis perang, yang konsekuensinya akan berlangsung seumur hidup," ujar Jazuli.
Untuk itu, Fraksi PKS meminta dengan tegas agar PBB mengambil langkah konkrit berupa genjatan senjata segera dan permanen sehingga nyawa warga sipil umumnya dan anak-anak khususnya dapat diselamatkan. Fraksi PKS mendukung penuh langkah Perwakilan Tetap RI Untuk PBB New York yang pada saat kunjungan ini baru saja mengusulkan dan menggolkan resolusi "Pentingnya Gencatan Senjata Segera di Gaza" di Sidang Majelis Umum PBB pada 11 Desember 2024.
"Fraksi PKS mengetuk rasa kemanusiaan dunia. Stop agresi Israel, stop segala bentuk pelanggaran berat terhadap anak termasuk penahanan, penculikan, hingga mutilasi yang dilakukan Israel. Kita semua berharap tidak ada lagi anak-anak yang menjadi korban kekerasan di Palestina dan di berbagai belahan dunia," tegas Jazuli.
Apresiasi Perwakilan Khusus Sekjen PBB kepada Fraksi PKS
Perwakilan Khusus Sekjen PBB (SRSG) Untuk Isu Kekerasan Terhadap Anak mengapresiasi kepedulian Fraksi PKS terhadap permasalahan kekerasan anak-anak khususnya di wilayah konflik seperti di Palestina, Ukraina, dan Sudan.
Pablo Espienella dari SRSG PBB memiliki pandangan dan pemahaman yang sama dengan Fraksi PKS tentang pentingnya perlindungan dan penyelamatan anak-anak dari berbagai tindak kekerasan atas nama apapun.
Dirinya juga sependapat pentingnya resolusi genjatan senjata segera dan permanen yang baru diputuskan Majelis Umum PBB antara lain atas usul Indonesia agar dapat menyelamatkan korban dan memutus lingkaran kekerasan terhadap anak-anak.
Dalam setiap peristiwa dunia apakah pandemi, perubahan iklim, hingga konflik dan peperangan anak-anak selalu menjadi korban yang teparah. Mereka yang tidak ada hubungannya dengan peristiwa tersebut justru menjadi korban yang paling memprihatinkan.