Kasus Timah, Ahli Pertambangan: Jika IUP Aktif, Pelanggaran Masuk Sanksi Administratif
JAKARTA - Guru Besar Pertambangan Universitas Hasanudin, Abrar Saleng menyebut kerugian lingkungan tidak bisa dikenakan pidana bagi pemegang izin usaha pertambangan (IUP) aktif. Hal itu disampaikannya dalam sidang kasus dugaan korupsi PT Timah yang disebut menyebabkan kerugian negara sebesar Rp300 triliun. Abrar merupakan saksi ahli yang dihadirkan ke persidangan oleh terdakwa Helena Liem.
“(tak bisa kena pidana) Meskipun terjadi illegal mining?” tanya jaksa penuntut umum (JPU).
“Jangan ngomong-ngomong illegal mining bu. Kalau illegal mining kita ditangkap polisi bu. Karena ibu bilang ini kerugian negara, jadinya kita disini, kalau illegal mining itu urusan polisi,” jelas Abrar.
Ia menyebut bahwa jaksa tidak memahami aturan hukum pertambangan. Abrar lantas menegaskan pelanggaran perkara ini seharusnya masuk dalam ranah administrasi.
Pelanggaran pidana, lanjutnya, justru lebih tepat dikenakan kepada perusahaan yang mengelola tambang secara ilegal. Adapun penegakan hukum itu pun merupakan ranah kepolisian dan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dari Kementerian ESDM.
“Jika sebuah perusahaan pertambangan memiliki izin usaha penambangan (IUP), maka setiap pelanggaran yang dilakukan masuk dalam sanksi administrasi dan bukan pidana,” ungkap Abrar.
Abrat lantas menjelaskan bahwa BUMN dapat melakukan kerja sama dengan mitra jasa pertambangan yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum dan didasari dengan perjanjian kerja sama. Dasar hukumnya diatur dalam Pasal 124 Ayat (3) UU Minerba juncto Pasal 137 Ayat (3) PP No 96 Tahun 2021.
Abrar menilai telah terjadi kekeliruan mendasar dalam memahami kepemilikan atas cadangan mineral di lahan IUP PT Timah yang belum dikelola pemiliknya. Akibatnya, terjadi tuduhan illegal mining dan tindak pidana korupsi.
“Cadangan mineral bukan asset pemegang IUP melainkan asset yang dikuasai oleh negara sehingga semua bahan galian tambang sebelum pembayaran iuran produksi masih menjadi hak penguasaan negara terlebih lagi bila asset tersebut belum diusahakan,” jelasnya.
Abrar menilai bahwa para pihak yang dijadikan terdakwa bukan subyek hukum yang terkait dengan tindak pidana pertambangan. Tindak pidana pertambangan sebagaimana diatur dalam Pasal 158 UU Minerba lingkupnya adalah menambang tanpa IUP, tidak sesuai tahapan IUP, menambang di luar wilayah IUP, menambang di lahan koridor, tidak menyampaikan hasil produskinya, tidak membayar iuran, menambang dalam kawasan hutan tanpa IPPKH, tidak melakukan reklamasi, dan menampung/ mengolah/ memurnikan produksi tambang dari illegal mining.
“Terhadap illegal mining Pasal 149 dan Pasal 150 UU Minerba menegaskan bahwa penyelidikan dan penyidikan terhadap illegal mining hanya dilakukan oleh polisi dan PPNS,” pungkasnya.