Sejarah Gempa Megathrust yang Mengancam Indonesia, Sudah Ada sejak Abad 16
JAKARTA - Gempa Megathrust harus diwaspadai masyarakat Indonesia. Pasalnya, di berbagai kesempatan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terus mengingatkan ancaman potensi gempa Megathrust ini, karena bisa menimbulkan tsunami. Lalu, apa yang dimaksud dengan gempa Megathrust?
Gempa Megathrust adalah gempa yang terjadi di sepanjang batas lempeng konvergen, di mana lempeng tektonik yang lebih berat menyusup ke bawah lempeng yang lebih ringan. Dalam proses ini, energi yang terakumulasi akibat gesekan di zona subduksi dapat dilepaskan secara tiba-tiba dalam bentuk gempa bumi besar. Gempa ini umumnya memiliki kekuatan magnitudo lebih dari 8,0 dan dapat menyebabkan tsunami besar yang menghancurkan. Gempa bumi megathrust adalah gempa bumi yang terjadi di zona subduksi, biasanya pada kedalaman lebih dari 50 km dari permukaan bumi.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengatakan, berdasarkan catatan Katalog Gempa BMKG, bahwa gempa Megathrust ini sudah terjadi sejak tahun 1.600-an, yang tercatat sudah 20 kali guncangan gempa.
Menurut catatan katalog gempa BMKG tahun 1.600 itu tercatat sudah ada 20 kali kejadian gempa di zona Megathrust dengan magnitudo lebih dari 8, itu sejak tahun 1.600, kata Dwikorita.
Peringatan akan gempa bumi kerap kali dilakukan oleh sejumlah peneliti. Sebab, Indonesia termasuk wilayah kawasan Cincin Api Pasifik yang rentan akan gempa. Tak hanya itu, banyak peneliti dan pihak BNPB yang memprediksi adanya potensi gempa dengan skala besar yang berpotensi tsunami hingga 20 meter.
"Terkini yang baru saja di era generasi kita itu misalnya gempa di Banda Aceh itu ya tahun 2004 itu Megathrust magnitudonya 9,2. Kemudian di Banyuwangi itu sebelumnya tahun 1994, magnitudonya 7,8. Kemudian di Nias tahun 2005 magnitudonya 8,5. Pangandaran tahun 2006 magnitudonya 7,7. Selanjutnya, di Bengkulu tahun 2007 magnitudonya 8,5 dan di Pagai (Mentawai) tahun 2010 magnitudo 7,8. Ini yang tempat-tempat yang kuat yang kecil-kecil bahkan mungkin sudah ratusan terjadi yang tidak tidak dirasakan ataupun yang lemah lebih sering lagi," bebernya.
Fraksi PKS DPR Datangi Markas PBB, Diplomasi Parlemen untuk Anak Gaza Korban Agresi Israel
Di Indonesia juga demikian kejadiannya adalah adanya pergerakan lempeng tektonik Samudra Hindia yang menumbuk ya, masuk ke bawah lempeng tektonik benua Asia itu dari arah selatan, arah selatan dan Barat ya. Kemudian juga lempeng samudra Pasifik dari arah Timur menumbuk ke lempeng benua Asia juga bahkan juga ada lempeng dari arah utara juga ya, itu juga apa Samudra Pasifik dan juga ada lempeng Filipina, kata Dwikorita.
Menurut Dwikorita, tumbukan-tumbukan lempeng tersebut bersifat menunjam dan masuk ke bawah. Itu kan terjadi bidang kontak, bidang kontak antara lempeng yang menumbuk dengan lempeng yang ditumbuk yaitu antara lempeng Samudra dengan yang ditumpuk lempeng benua, pungkasnya.
Gempa Megathrust juga sudah diramalkan oleh Raja Kediri, Prabu Jayabaya. Gempa besar diramalkan akan mengguncang wilayah Indonesia, terutama pesisir Pulau Jawa. Nubuat Sang Prabu itu tertulis dalam naskah yang dikenal sebagai Ramalan Jayabaya.
Melansir dari akun tiktok @awaanstory, ramalan Prabu Jayabaya itu diungkap dari Kitab Musaror karangan Sunan Prapen, yang merupakan keturunan ke-4 dari Sunan Giri. Kitab Musaror ini disusun Sunan Prapen pada 1618.
Meski jelas ditulis oleh Prabu Jayabaya, namun ada 2 pujangga bernama Empu Sedah dan Empu Panuluh di dalam salah satu kitabnya Kakawin Bharatayudha.
Ramalan itu dikaitkan dengan aktivitas vulkanik di Gunung Slamet yang terletak di lima kabupaten di Jawa Tengah, yakni Brebes, Banyumas, Purbalingga, Pemalang, dan Tegal. Jika Gunung Slamet meletus maka Pulau Jawa akan menciptakan parit yang menyatukan pantai utara dan selatan Jawa.