Dijadikan Tersangka, Direktur Perusahaan PMA PT Sino Indo Mutiara di NTB Mengadu ke DPR

Dijadikan Tersangka, Direktur Perusahaan PMA PT Sino Indo Mutiara di NTB Mengadu ke DPR

Nasional | mataram.inews.id | Sabtu, 29 Maret 2025 - 01:30
share

JAKARTA, iNewsMataram.id - Direktur perusahaan penanaman modal asing (PMA) PT Sino Indo Mutiara yang bergerak dalam budi daya mutiara mengadu ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) karena dijadikan tersangka oleh Polairud Polda Nusa Tenggara Barat (NTB).

Dalam suratnya tertanggal 24 Maret 2025, Mellliana Dewi meminta rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III (Hukum dan Ham) DPR RI untuk memperoleh perlindungan dan keadilan berkait perkara yang menimpa usahanya.

Menurut Gede Gunanta, selaku anggota Biro Hukum dan Advokasi Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) yang menjadi saksi ahli PT Sino Indo Mutiara dalam keterangan tertulis diterima pada Jumat 28 Maret 2025 menjelaskan, direksi perusahaan sedang menunggu jawaban dari Komisi III DPR terkait Rapat Dengar Pendapat itu.

Menurutnya, perkara yang menimpa pengusaha PMA ini adalah menyangkut administrasi semata, bukan pidana.“Saya juga heran, kekurangan izin dari perusahaan kok jadi perkara pidana,” kata Gede Gunanta.

Menurut Gede, PT Sino Indo Mutiara adalah perusahaan PMA yang mestinya diberi layanan terbaik dan tidak dipersulit dalam menjalankan usaha di Indonesia.

“Apalagi perusahaan PT Sino Indo Mutiara ini memberdayakan sedikitnya 360 orang di NTB,” katanya.

Menurutnya, PT Sino Indo Mutiara diproyeksikan bisa menyerap tidak kurang dari 600 tenaga kerja pada tahun 2026.

“Sekarang perusahaan PMA itu mengistirahatkan 140 orang karyawan mereka,” ungkap Gede Gunanta.

Dia yakin, perkara yang menimpa Melliana Dewi ini bisa menganggu iklim investasi di Indonesia, khususnya di daerah-daerah yang jauh dari pengawasan pemerintah pusat.

“Mohon kiranya petinggi negeri melindungi pengusaha apalagi perusahaan penanaman modal asing seperti PT Sino Indo Mutiara ini,” ujar Gede Gunanta.

Perkara ini sudah masuk ke praperadilan, namun hakim tunggal Pengadilan Negeri Mataram, Glorious Anggundoro menolaknya.
 

Topik Menarik