Kejanggalan Survei Olat Maras Institute pada Pilkada NTB

Kejanggalan Survei Olat Maras Institute pada Pilkada NTB

Nasional | lombok.inews.id | Kamis, 14 November 2024 - 16:20
share

Doktor Ahmad Munjizun

Tim Sukses Cagub dan Cawagub NTB Iqbal-Dinda

Sempat beredar rilis survei Pilkada NTB yang tampaknya dibocorkan dengan hasil Zul-Suhaili memimpin 40,7, diikuti Iqbal-Dinda meraih 33,8 dan nomor terakhir Rohmi-Firin 23,5.

Sampai tulisan ini diterbitkan, Direktur OMI belum melakukan klarifikasi terkait survei tersebut. Beredar pula WhatsApp yang “dialamatkan” ke direktur OMI, bahwa survei yang beredar adalah untuk keperluan internal dan tidak akan mengomentari survei tersebut. 

Sementara itu, DSU (Dian Sandi Utama), salah satu tim Zul-Suhaili menyesalkan peredaran survei internal tersebut. Pernyataan DSU ini agak aneh, karena peredaran survei ini diikuti oleh status FB dari beberapa timses  Zul-Suhaili, juga beberapa berita media online yang menyiarkan hasil survei OMI tersebut.

Rilis survei OMI ini seakan-akan mendukung status FB Bang Zulkieflimansyah sehari sebelumnya, yang menyatakan pada point ketiga, “survei juga bisa digunakan untuk menggiring opini dan menjatuhkan mental lawan dengan membuat hasil survei sangat rendah untuk kompetitor atau lawan utamanya”

Nah tulisan ini tidak bertujuan untuk “mengadili” dengan “ad-hominem” hasil survei OMI tersebut, namun secara jernih membahas beberapa kejanggalan survei tersebut.

 

Pertama, kejanggalan soal waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan pada 8-12 November 2024, sedangkan rilis dan berita mulai ramai pada tanggal 13 November 2024. Cukup janggal bagi survei yang masih menggunakan metode tabulasi manual untuk sebuah survei, hasilnya bisa disajikan dalam waktu satu hari. OMI perlu membuktikan, tabulasinya dilakukan secara digital, sehingga saat peneliti terakhir selesai melakukan survei lapangan, hasil survei OMI langsung tersaji.

Kedua, sampel survei yang tidak mencerminkan populasi survei. Salah satu prinsip penting dalam survei, sampel semestinya mencerminkan populasi. Dalam tahap pertama, sampel di tingkat kabupaten, semestinya secara proporsional mencerminkan populasi pada kabupaten tersebut. 

Mari kita periksa sampelnya. Jumlah pemilih pada DPT Pilkada NTB 2024 yaitu 3,964 juta. Yang terdiri dari Mataram (320 ribu setara 8,1), Lombok Barat (522 ribu setara 13,2), Lombok Tengah (777 ribu setara 19,6), Lombok Timur (994 ribu setara 25,1), Lombok Utara (185 ribu setara 4,7), Sumbawa (374 ribu setara 9,4), Sumbawa Barat (107 ribu setara 2,7), Dompu (190 ribu setara 4,8), Bima (377 ribu setara 9,5), dan Kota Bima (114 ribu setara 2,9).

Adapun sampling survei OMI ini adalah Mataram (7), Lombok Barat (11,6), Lombok Tengah (21,2), Lombok Timur (25,2), Lombok Utara (3,1), Sumbawa (9,1), KSB (3,6), Dompu (10,1), Bima (9), dan Kota Bima (0,1).

Margin error survei dihitung 3,3. Dari perbandingan antara sampel dengan populasi, dijumpai sejumlah kejanggalan, antara lain:

1. Selisih populasi dengan sampel survei OMI di Dompu mencapai 5,3. Selisih ini terlampau jauh dan melampui margin error survei. Selisih ini salah satu keanehan dalam survei ini.

2. Selisih populasi dengan sampel di Kota Bima mecapai 2,8. Selisih ini cukup besar dan hampir mendekati margin error survei.

3. Sampel di Sumbawa lebih banyak dari Kab Bima, padahal kab Bima lebih banyak pemilihnya. Sampel KSB di lebih banyak dari Lombok Utara, padahal KLU lebih banyak pemilihnya. Pada metode survei yang menganut proporsionalitas sampel, maka wilayah yang populasinya lebih banyak, semestinya lebih banyak disambil sebagai sampel dari yang populasinya lebih sedikit.

Ketiga, survei OMI ini juga “berkepentingan’ melemahkan dukungan kepada Rohmi-Firin dengan memposisikan Rohmi Firin pada posisi buncit dan “hope-less” yaitu 23,5. Opini ini “diperlukan” untuk menunjang operasi Zul-Suhaili yang “meminjam” pernyataan TGB yang multitafsir, untuk menggerogoti basis suara Rohmi Firin.

Keempat, survei OMI ini juga diperlukan untuk “menetralisir” survei-survei yang mengunggulkan Iqbal DInda (LSI) juga survei yang mengunggulkan Rohmi Firin (Poltracking). Dengan Upaya tersebut, seperti yang disebutkan Bang Zulkieflimasnyah dalam status FB-nya, survei juga digunakan untuk keperluan mencari sponsor atau donator. Kira-kira, dengan survei OMI tersebut, siapa yang memanfaatkannya untuk mencari sponsor dan donator?

Kelima, ini yang paling mengkhawatirkan, terkadang siaran hasil survei dilakukan untuk “melegitimasi” operasi bagi-bagi uang (money politics) yang dilakukan oleh operator lapangan. Jangan sampai demikian, karena dalam sepekan terakhir Bawaslu menemukan laporan terkait calon tertentu yang ditemukan bagi-bagi amplop.

Jadi, absahkah survei OMI? Menurut Amaq Molah, semuanya dikembalikan kepada public, untuk menilainya secara bebas. Tidak perlu saling lapor-melaporkan.

Topik Menarik