Para Pemuda Israel Pilih Dipenjara ketimbang Perang di Gaza, Alasannya Mengejutkan
TEL AVIV, iNews.id - Seorang pemuda Israel Itamar Greenberg sudah biasa masuk-keluar penjara. Bukan karena dia penjahat jalanan, tapi menolak panggilan wajib militer, termasuk tentunya dikirim ke medan perang Jalur Gaza.
Pria 18 tahun itu menghabiskan 197 hari di dalam penjara dalam setahun terakhir. Masa hukuman itu untuk lima kali penolakan wajib militer yang dia lakukan. Teranyar, Greenberg baru dibebaskan pada awal Maret dari penjara Neve Tzedek.
Dia menjelaskan, penolakannya untuk mengikuti wajib militer merupakan hasil pertimbangan yang panjang.
“Semakin banyak yang saya pelajari, semakin saya tahu bahwa saya tidak bisa mengenakan seragam melambangkan pembunuhan dan penindasan,” katanya, kepada CNN, seraya menyebut perang Israel di Gaza, memperkuat keputusannya untuk menolak.
“Ada genosida. Jadi, kita tidak butuh alasan yang kuat lagi (untuk menolak),” tuturnya, menambahkan.
Gempa M5,2 Guncang Borong NTT
Pemerintah Israel membantah tuduhan bahwa perang di Gaza merupakan genosida terhadap rakyat Palestina, melainkan untuk membela keamanan nasional. Namun tidak bagi Greenberg. Pembantaian anak-anak dan perempuan sudah dilakukan terang-benderang.
"Saya menginginkan perubahan ini dan saya akan mengorbankan nyawa saya untuk itu," kata Greenberg, mengenai keputusannya yang bulat untuk memilih penjara daripada bertugas di Pasukan Pertahanan Israel (IDF).
Pilihan Greenberg itu jelas tidak populer di kalangan pria seusianya. Pasalnya, menolak wajib militer, apalagi dalam kondisi negara sedang berperang, adalah keputusan yang konsekuensinya sangat berat, bahkan pengucilan.
Di Israel, militer lebih dari sekadar institusi, melainkan tatanan sosial. Dinas militer dan identitas sebagai seorang Yahudi saling terkait erat.
Bahkan sejak sekolah dasar (SD), semua murid diajarkan bahwa suatu saat kelak akan menjadi tentara untuk melindungi anak-anak seperti mereka. Tentara-tentara bahkan mendatangi ruang kelas dan sekolah untuk mendorong siswa untuk mendaftar wajib militer.
Pada usia 16 tahun, para siswa menerima perintah perekrutan pertama dan puncaknya adalah wajib militer pada usia 18 tahun. Banyak di antara kalangan Yahudi meyakini bahwa perang suatu kehormatan, tugas mulia, sekaligus ibadah.
Greenberg harus menerima kenyataan pahit, sampai dikucilkan oleh keluarganya. Dia bahkan disebut sebagai orang Yahudi yang membenci diri sendiri, antisemit, pendukung teroris, dan pengkhianat.
“Orang-orang mengirim pesan kepada saya di Instagram dan mengatakan bahwa mereka akan membantai saya, seperti yang Hamas lakukan kepada orang Israel pada 7 Oktober,” ujarnya.
Bahkan di penjara, Greenberg harus ditempatkan di sel isolasi setelah mendapat ancaman dari sesama tahanan.
Meskipun dikucilkan secara sosial, dia serta komunitas jaringan organisasi penolak wajib militer, tetap teguh pada pendirian mereka. Greenberg bukan satu-satunya pemuda Israel yang memilih jalan itu.
Mesarvot, organisasi yang mendukung para pembangkan wajib militer, mengungkap sejauh ini jumlah orang seperti sangat kecil. Hanya belasan pemuda yang secara terang-terangan menolak wajib militer atas dasar hati nurani, sejak dimulainya perang 7 Oktober 2023.
Namun jumlah itu sudah lebih tinggi daripada tahun-tahun sebelum perang.
Mesarvot mengungkap, ada jauh lebih banyak penolak yang masuk kategori abu-abu. Ada juga yang berusaha menghindarinya dengan berbagai alasan bohong, seperti mengalami gangguan mental. Mereka yanhg mengalami gangguan jiwa tak akan dihukum penjara.
Yesh Gvul, anggota kelompok antiperang lain, mengatakan setiap tahun rata-rata 20 persen anak muda menolak wajib militer.
Militer Israel tidak menerbitkan angka tentang penolakan wajib militer.