Haedar Nashir Tegaskan Muhammadiyah Tidak Ikut Ajukan Judicial Review UU TNI
YOGYAKARTA, iNews.id – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menegaskan Muhammadiyah tidak akan ikut dalam pengajuan judicial review terhadap revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI).
Menurut Haedar, jika sudah ada pihak lain yang mengajukan judicial review, Muhammadiyah tidak perlu ikut serta.
"Muhammadiyah tidak akan ikut-ikutan melakukan judicial review kalau sudah ada yang judicial review. Ya sudah, Muhammadiyah tidak menambah-nambah judicial review karena sudah ada jalurnya," ujar Haedar Nashir.
Namun, Haedar menekankan pentingnya diskusi yang matang mengenai keterlibatan militer dalam pemerintahan. Ia menyoroti perdebatan klasik antara entitas sipil dan militer dalam sistem demokrasi Indonesia.
Pernyataan Haedar ini menegaskan sikap Muhammadiyah yang lebih memilih pendekatan diskusi dan kajian mendalam ketimbang langkah hukum dalam menyikapi revisi UU TNI.
Dalam teori demokrasi liberal, selalu ada perdebatan antara entitas sipil dan entitas militer. Dulu, dalam konstruksi kebangsaan dan ketatanegaraan kita, hal ini tidak menjadi persoalan. Lalu muncul konsep supremasi sipil. Apakah konsep ini benar-benar sejalan dengan tatanan ketatanegaraan kita?" ujarnya.
Menurutnya, jika militer diberikan peluang untuk kembali masuk ke berbagai struktur pemerintahan tanpa melepaskan jabatannya di institusi militer, maka akan muncul permasalahan baru.
Di sisi lain, supremasi sipil yang tidak memiliki tatanan yang jelas juga berpotensi melahirkan demokrasi liberal yang dikuasai oleh oligarki.
"Kalau dua entitas ini terus kita hadapkan dan dipertentangkan, maka masalahnya tidak akan pernah selesai. Kita perlu mengurai kembali pola pikir yang mendasari perdebatan ini," paparnya.
Haedar juga mengkritisi kurangnya ruang partisipasi masyarakat dalam penyusunan undang-undang. Ia menyoroti bagaimana DPR tidak memberikan kesempatan yang cukup bagi publik untuk memberikan masukan terhadap perubahan UU TNI.
"DPR tidak memberi ruang yang leluasa bagi masyarakat dalam penyusunan undang-undang, terutama dalam tahap awal dengan naskah akademik yang komprehensif," katanya.