Ini Konstruksi Perkara Suap yang Menjerat Kadis PUPR hingga Anggota DPRD Kabupaten OKU
JAKARTA, iNews.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan enam tersangka usai menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan. Para pelaku terdiri atas tiga anggota DPRD, Kepala Dinas (Kadis) PUPR, dan dua dari pihak swasta.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto menjelaskan konstruksi perkara kasus dugaan suap proyek, yang bermula pada pembahasan RAPBD OKU Tahun Anggaran (TA) 2025. Menurutnya, agar rancangan anggaran tersebut disahkan, sejumlah perwakilan DPRD menemui pihak pemerintah daerah.
"Pada pembahasan tersebut perwakilan dari DPRD meminta jatah pokir seperti tahun sebelumnya. Kemudian disepakati bahwa jatah pokir tersebut diubah menjadi proyek fisik di Dinas Pekerjaan Umum sebesar Rp45 miliar, dengan pembagian ketua dan wakil ketua Rp5 miliar, sedangkan anggota Rp1 miliar," ujar Setyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (16/3/2025).
Setyo menambahkan, nilai tersebut kemudian turun menjadi Rp35 miliar karena keterbatasan anggaran, dengan fee sebesar 20 persen untuk 'jatah' Anggota DPRD, sehingga total fee adalah sebesar Rp 7 miliar.
"Saat APBD TA 2025 disetujui, anggaran Dinas PUPR naik dari pembahasan awal Rp48 miliar menjadi Rp96 miliar," tuturnya.
Dia menjelaskan, di Pemkab OKU menjadi hal lazim adanya praktik jual beli proyek dengan memberikan fee kepada pejabat pemerintah daerah dan DRPD.
Kepala Dinas PUPR OKU, Novriansyah kemudian menyiapkan sembilan paket proyek untuk pengkondisian fee kepada anggota DPRD. Penggarapan proyek tersebut pun sudah dikondisikan pengadaannya melalui e-katalog, berikut rinciannya:
1. Rehabilitasi Rumdin Bupati senilai Rp8.397.563.094,14, dengan Penyedia CV Royal Flush.
2. Rehabilitasi Rumdin Wakil Bupati Rp2.465.230.075,95, dengan Penyedia CV Rimbun Embun.
3. Pembangunan Kantor Dinas PUPR Kab OKU senilai Rp9.888.007.167,69 dengan Penyedia CV Daneswara Satya Amerta.
4. Pembangunan jembatan Desa Guna Makmur senilai Rp983.812.442,82 dengan Penyedia CV Gunten Rizky.
5. Peningkatan jalan poros Desa Tanjung Manggus Desa Bandar Agung senilai Rp4.928.950.500,00 dengan Penyedia CV Daneswara Satya Amerta.
6. Peningkatan jalan desa Panai Makmur Guna Makmur senilai Rp4.923.290.484,24 dengan Penyedia CV Adhya Cipta Nawasena.
7. Peningkatan jalan unit XVI-Kedaton Timur Rp4.928.113.967,57 dengan penyedia CV MDR Coorporation.
8. Peningkatan jalan Let. Muda M. Sidi Junet Rp4.850.009.358,12 dengan penyedia CV Berlian Hitam.
9. Peningkatan jalan Desa Makarti Tama Rp3.939.829.135,84 dengan penyedia CV MDR Coorporation.
Dari sembilan proyek tersebut, Setyo menyebutkan, Novriansyah kemudian menawarkan kepada M Fauzi (MFZ) alias Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS) selaku tersangka dari pihak swasta dengan komitmen fee 22 persen.
"2 persen untuk Dinas PUPR dan 20 persen untuk DPRD," ucap Setyo.
Novriansyah kemudian mengkondisikan pihak swasta yang menggarap proyek tersebut bersama PPK untuk menggunakan CV yang ada di Lampung Tengah. Lalu, penyedia dan PPK melakukan penandatanganan kontrak di Lampung Tengah.
"Jadi pinjam nama, pinjam bendera, tetapi yang mengerjakan adalah sodara MFZ dengan ASS," tuturnya.
Berjalannya waktu, DPRD Kabupaten OKU yang diwakili Ferlan Juliansyah merupakan anggota Komisi III DPRD OKU, M. Fahrudin selaku Ketua Komisi III DPRD OKU, dan Umi Hartati sebagai Ketua Komisi II DPRD OKU, menagih jatah fee dengan alasan THR.
Pada tanggal 11-12 Maret 2025, MFZ mengurus pencairan Uang Muka atas beberapa proyek. Sehari kemudian,sekitar pukul 14.00, MFZ mencairkan uang muka di Bank Sumselbabel.
"Bahwa Pemda OKU saat itu mengalami permasalahan cash flow, karena uang yang ada diprioritaskan untuk membayar THR, TPP dan penghasilan perangkat daerah. Meskipun demikian, uang muka untuk proyek tetap dicairkan," katanya.
Pada 13 Maret 2025, MFZ menyerahkan uang sebesar Rp2,2 miliar kepada N yang merupakan bagian komitmen fee proyek yang kemudian diminta oleh N dititipkan di A yang merupakan PNS pada Dinas Perkim Pemkab OKU.
"Uang tersebut bersumber dari uang muka pencairan proyek. Selain itu, pada awal Maret 2025, ASS menyerahkan uang sebesar Rp1,5 miliar ke Saudara N di rumah Saudara N," ujar Setyo.