Menkum Ungkap 19.000 Napi akan Terima Amnesti, Diumumkan sebelum Lebaran
JAKARTA, iNews.id - Pemerintah berpeluang tak jadi mengusulkan 44.000 narapidana untuk menerima amnesti dari Presiden Prabowo Subianto. Tercatat hanya sekitar 19.000 napi yang lolos verifikasi.
"Setelah kami, dalam hal ini Ditjen AHU lewat Direktur Pidana, setelah melakukan verifikasi dan asesmen kembali, maka angkanya turun dari 44.000 menjadi kurang lebih sekitar 19.000," kata Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas saat rapat kerja (raker) bersama Komisi XIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (26/2/2025).
Berdasarkan data yang dipaparkan, terdapat 19.337 dari 44.589 napi yang lolos verifikasi awal.
Dia menargetkan pemberian amnesti diumumkan sebelum Hari Raya Idul Fitri 1446 H. Dia juga berharap Presiden Prabowo Subianto yang akan mengumumkan kebijakan itu.
"Mudah-mudahan pemberian remisi sebelum hari raya Lebaran yang akan datang, juga mudah-mudahan amnesti ini bisa presiden bisa umumkan juga," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengungkapan alasan Presiden Prabowo Subianto akan memberikan amnesti kepada 44.000 napi. Kebijakan itu didasarkan aspek kemanusiaan dan semangat rekonsiliasi.
“Terkait amnesti ini, salah satu yang menjadi pertimbangan adalah aspek kemanusiaan dan semangat rekonsiliasi. Presiden memiliki perhatian pada aspek itu. Maka tentu saja ini menjadi keputusan politik yang humanis berlandaskan Hak Asasi Manusia sebagaimana tertuang dalam poin satu Astra Cita,” kata Pigai, Minggu (15/12/2024).
Dia menjelaskan, amnesti ini ditujukan untuk napi terkait masalah politik, UU ITE, terjangkit penyakit kronis atau gangguan jiwa, serta pengidap HIV/AIDS dan membutuhkan perawatan khusus. Amnesti juga bakal diberikan kepada pengguna narkotika yang seharusnya menjalani rehabilitasi.
Dia menambahkan, napi kasus penghinaan kepala negara sangat berkaitan erat dengan kebebasan berekspresi dan berpendapat. Hal tersebut juga berlaku untuk narapidana kasus Papua.
"Ini semua sangat berkaitan dengan sisi-sisi kemanusiaan dan rekonsiliasi. Masalah dengan UU ITE itu HAM, narapida yang sakit berkepanjangan itu juga HAM. Dan yang lain-lain. Artinya Bapa Presiden memberi perhatian pada aspek-aspek HAM dalam pengambilan Keputusan nya,” ucapnya.