Bukan Barang Mewah, Sabun Mandi hingga Deterjen juga Kena PPN 12 Persen
JAKARTA, iNews.id - Sejumlah barang yang tidak masuk kategori barang mewah ternyata terdampak kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Kebijakan tersebut diketahui akan berlaku mulai 1 Januari 2025 mendatang.
Menurut Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira mengatakan, kenaikan PPN 12 persen masih berdampak luas bagi banyak barang yang dikonsumsi masyarakat, termasuk peralatan elektronik dan suku cadang kendaraan bermotor.
“Bahkan deterjen dan sabun mandi apa dikategorikan juga sebagai barang orang mampu? Narasi pemerintah semakin kontradiksi dengan keberpihakan pajak. Selain itu kenaikan PPN 12 persen tidak akan berkontribusi banyak terhadap penerimaan pajak, karena efek pelemahan konsumsi masyarakat, omzet pelaku usaha akan mempengaruhi penerimaan pajak lain seperti PPh badan, PPh 21, dan bea cukai," ujar Bhima dalam keterangannya dikutip, Kamis (19/12/2024).
Adapun barang yang dikecualikan pun masih sama, yakni bahan pangan untuk sembako, jasa pendidikan dan kesehatan, hingga transportasi. Bedanya, untuk barang yang dikecualikan akan semakin sedikit karena untuk bahan pangan premium, hingga jasa pendidikan dan kesehatan premium atau mewah akan dikeluarkan dalam daftar itu.
Selain itu, hanya tiga komoditas seperti minyak goreng curah bermerek Minyakita, tepung terigu, dan gula industri yang akan diberikan tarif PPN ditanggung pemerintah (DTP) sebesar 1 persen, sehingga tarifnya masih akan tetap 11 persen sepanjang 2025.
Sementara itu, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengungkapkan, memang kebijakan PPN yang dianut pemerintah berlaku umum, artinya setiap barang dan jasa yang menjadi objek pajak akan terkena PPN 12 persen seperti baju, Spotify, Netflix, hingga kosmetik, kecuali, barang itu dikecualikan oleh pemerintah.
"Pengelompokannya sudah kita jelaskan mana yang kena 1 persen tambahan, mana yang dibebaskan, mana yang DTP, sudah kita jelaskan. Diluar itu secara regulasi terkena PPN 12 persen, jadi kena tambahan 1 persen," ucap Susiwijono.
Susiwijono juga menekankan bahwa dikenakan terhadap barang dan jasa, termasuk jasa pendidikan dan kesehatan yang selama ini premium, namun masuk tergolong yang dikecualikan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2022.
"Arahan Pak Presiden kan barang mewah itu yang di detailkan di PMK (Peraturan Menteri Keuangan) nya baik barang dan jasanya, mewahnya seperti apa, itu yang di level teknis kita bahas sama-sama, tapi untuk barang apapun mulai netflix, spotify dan lain-lain itu pengenaan dari 11 ke 12 seluruh barang dan jasa akan kena dulu, baru dari itu ada yang dikecualikan," katanya.