Rupiah Hari Ini Ditutup Anjlok 1,34 Persen ke Rp16.312 per Dolar AS

Rupiah Hari Ini Ditutup Anjlok 1,34 Persen ke Rp16.312 per Dolar AS

Ekonomi | inews | Kamis, 19 Desember 2024 - 16:23
share

JAKARTA, iNews.id - Nilai tukar rupiah pada perdagangan hari ini, Kamis (19/12/2024) ditutup melemah 215 poin atau 1,34 persen ke level Rp16.312 per dolar AS, setelah sempat menguat tipis. Hal ini sejalan dengan sentimen global dan domestik.

Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, pelemahan rupiah juga disebabkan oleh sentimen eksternal yaitu pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) sebesar 25 basis poin (bps) ke kisaran 4,25 persen hingga 4,50 persen yang telah lama ditunggu-tunggu sekaligus mengindikasikan akan memperlambat laju siklus pelonggaran kebijakan moneternya. 

“Para pejabat mengisyaratkan bahwa mereka kemungkinan akan menghentikan pemangkasan suku bunga di masa mendatang mengingat pasar tenaga kerja dan inflasi yang stabil,” kata Ibrahim dalam risetnya, Kamis (19/12/2024). 

Menurutnya, suku bunga diperkirakan akan tetap tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama setelah pemangkasan pada hari Rabu.

Pasar telah mengesampingkan kemungkinan pemangkasan pada bulan Januari dan sekarang memperkirakan hanya dua pemangkasan lagi pada tahun 2025, dibandingkan dengan ekspektasi sebelumnya yaitu empat kali.  

Sebelumnya, Ketua Fed Jerome Powell mengatakan pemangkasan lebih lanjut bergantung pada kemajuan dalam mengekang inflasi yang terus-menerus, yang mencerminkan penyesuaian pembuat kebijakan terhadap potensi pergeseran ekonomi di bawah pemerintahan Donald Trump yang akan datang. 

Selain itu, BOJ mempertahankan suku bunga tetap, menandakan lebih banyak kehati-hatian atas prospek ekonomi Jepang dan arah inflasi. Bank sentral mengatakan pihaknya memperkirakan inflasi akan meningkat pada tahun 2025 dan tetap mendekati target tahunannya sebesar 2 persen.

Dari sentimen domestik, pemberian berbagai insentif tidak cukup untuk mengurangi dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen.

Permasalahan yang muncul di industri sekarang adalah menurunnya permintaan akibat menipisnya jumlah kelas menengah yang merupakan pendorong konsumsi dalam negeri. Selain itu, periode pemberian insentif yang terlalu pendek, misalnya hanya dua bulan untuk diskon tarif listrik sebesar 50 persen. 

Insentif yang diberikan untuk industri padat karya juga diperkirakan belum cukup untuk meredam dampak kenaikan PPN tersebut. Pasalnya, sudah terlalu banyak sektor industri yang terpuruk, seperti industri tekstil dan industri alas kaki.

“Meskipun pemerintah memberikan insentif khusus untuk industri padat karya, daya beli masyarakat yang masih lemah membuat pemberian insentif tersebut menjadi tidak banyak berdampak. Jika kondisi tersebut tidak ditangani secara hati-hati, maka kenaikan PPN tersebut bisa saja meningkatkan potensi pegawai terkena PHK,” kata Ibrahim. 

Tidak hanya insentif, diperlukan juga kebijakan yang dapat melindungi produk-produk dalam negeri agar permintaannya tidak semakin menurun. Berdasarkan kajian pihaknya, barang-barang impor dari China banyak yang dibanderol separuh atau bahkan kurang dari separuh harga produk dalam negeri.

“Oleh karena itu, saya menghimbau agar pemerintah untuk memperketat kontrol terhadap produk-produk impor baik yang legal maupun ilegal terutama dari Tiongkok, agar produk dalam negeri masih dapat bersaing,” ucapnya.  

Berdasarkan data di atas, mata uang rupiah untuk besok diprediksi bergerak fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp16.300-Rp16.370 per dolar AS.

Topik Menarik