Respons PDIP usai Yasonna Laoly Diperiksa KPK soal Kasus Harun Masiku
JAKARTA, iNews.id - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) angkat suara soal pemeriksaan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap mantan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly. PDIP menilai pemeriksaan Yasonna bernuansa politis.
"Kasus yang dikaitkan dan dijadikan alasan untuk memanggil Pak Yasonna itu kan kasus yang sudah lama sekali dan berlarut-larut. Publik sudah melihat tahapan drama demi drama yang terjadi dan tidak kunjung ada satu langkah yang tegas atau definitif yang kemudian diambil, tetapi malah cenderung nuansanya politis," ujar Juru Bicara PDIP Aryo Seno Bagaskoro saat dihubungi, Kamis (19/12/2024).
Apalagi, kata dia, Pilkada 2024 telah usai dan PDIP telah melakukan konsolidasi internal untuk mempersiapkan kongres partai. Dalam proses itu, Seno menilai, banyak gangguan dalam konsolidasi partai.
"Mulai dari pemasangan spanduk-spanduk provokatif di jalan-jalan protokol di Jakarta, lalu narasi besar sedemikian masif dilakukan di medsos untuk tujuannya diksi agendanya itu tumbangkan banteng, tenggelamkan banteng, kalahkan banteng dan seterusnya. Dari sisi lain lalu ada berbagai panggilan hukum kepada elite-elite partai," kata Seno.
"Buat kami ini sangat susah untuk kemudian tidak membayangkan bahwa kasus ini tidak bermuatan politis," imbuhnya.
Kendati demikian, Seno berharap kasus seperti itu bisa dihentikan. Dia pun berharap KPK tak mempolitisasi hukum.
Menurutnya, hukum harus berkeadilan dan dijalankan dengan prinsip yang baik.
"Saya rasa kita semua mengharapkan seluruh aparat penegak hukum, termasuk KPK bekerja profesional," tutur Seno.
Diketahui, Yasonna diperiksa KPK pada Rabu (18/12/2024). Usai diperiksa, Yasonna menjelaskan penyidik KPK menanyakan terkait data pelintasan luar negeri Harun Masiku.
"Sebagai menteri saat itu, saya menyerahkan data perlintasan Harun Masiku, itu saja," ujar Yasonna.
Yasonna memerinci data perlintasan yang dimaksud mencakup keberangkatan Harun Masiku ke Singapura pada 6 Januari 2020 dan kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020.
"Baru belakangan keluar pencekalan, itu saja. Selebihnya hanya hal-hal turunan yang menindaklanjuti," tambahnya.
Selain itu, kata dia, penyidik juga menanyakan dirinya dalam kapasitas sebagai Ketua DPP PDIP. KPK meminta keterangan terkait surat yang dikirimkan oleh DPP PDIP ke Mahkamah Agung (MA) mengenai Putusan MA Nomor 57 P/HUM/2019.
"Sebagai Ketua DPP, saya mengirim surat permintaan fatwa ke Mahkamah Agung. Itu terkait tafsir yang berbeda dalam proses pencalegan setelah adanya judicial review dan putusan MA Nomor 57," tutur Yasonna.
Yasonna menambahkan, surat tersebut terkait penetapan calon legislatif (caleg) dari partainya yang sempat ditanggapi berbeda oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Mahkamah Agung membalas fatwa tersebut sesuai dengan pertimbangan hukum, agar ada dasar hukum untuk diskresi partai dalam menetapkan calon terpilih," jelasnya.