Israel akan Gandakan Populasi dan Perluas Permukiman di Golan setelah Assad Tumbang
TEL AVIV, iNews.id - Israel berencana untuk memperluas dan mengembangkan permukiman di Dataran Tinggi Golan yang dikuasainya. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan langkah itu diperlukan karena front baru telah terbuka di perbatasan Israel dengan Suriah menyusul tumbangnya rezim Bashar al-Assad ke aliansi pemberontak yang dipimpin kaum Islamis.
Netanyahu mengatakan, akan menggandakan jumlah penduduk di Dataran Tinggi Golan yang direbut Israel dalam Perang Enam Hari 1967. Saat ini, ada lebih dari 30 permukiman Israel di Dataran Tinggi Golan yang dihuni sekitar 20.000 orang meskipun wilayah ini dianggap diduduki secara ilegal oleh hukum internasional.
Di wilayah yang sama juga tinggal sekitar 20.000 warga Suriah. Sebagian besar dari mereka masyarakat Arab Druze yang memilih tetap tinggal setelah wilayah tersebut berada di bawah kendali Israel.
"Israel akan terus mempertahankan wilayah itu, membuatnya berkembang dan menempatinya," kata Netanyahu, dilansir dari BBC, Senin (16/1/2024).
Pemerhati Politik Sumsel Sebut Supriyanto Mampu Rangkul Pemilih Milenial dan Komunitas Jawa di OKI
Setelah kepergian Assad, pasukan Israel bergerak ke zona penyangga yang memisahkan Dataran Tinggi Golan dengan Suriah. Bagi Israel, perubahan kendali di Damaskus telah meruntuhkan pengaturan gencatan senjata. Meskipun telah pindah, Netanyahu menegaskan Israel tidak berniat untuk terlibat dalam konflik.
"Kami akan menentukan kebijakan Israel terkait Suriah berdasarkan kenyataan di lapangan," kata Netanyahu.
Namun, mantan perdana menteri Israel Ehud Olmert mengatakan, dia tidak melihat ada alasan apa pun bagi negara itu untuk memperluas wilayah ke Dataran Tinggi Golan. Menurutnya, Israel saat ini punya cukup banyak masalah untuk diatasi.
"Perdana menteri (Netanyahu) mengatakan kami tidak tertarik memperluas konfrontasi dengan Suriah dan kami berharap tidak perlu berperang melawan pemberontak baru yang saat ini menguasai Suriah. Jadi mengapa kami melakukan hal yang sebaliknya?" katanya kepada program Newshour dari BBC World Service.
Kritik Israel
Netanyahu mengumumkan rencana itu sehari setelah pemimpin de facto Suriah Ahmed Husein al-Sharaa mengkritik Israel atas serangan udara yang terus dilakukannya terhadap target militer di negara itu. Syrian Observatory for Human Rights (SOHR) yang berbasis di Inggris mencatat lebih dari 450 serangan udara Israel di Suriah sejak 8 Desember, termasuk 75 serangan pada Sabtu malam.
Menurut Al-Sharaa yang juga dikenal sebagai Abu Mohammed al-Julani, serangan itu melewati batas dan berisiko meningkatkan ketegangan di kawasan itu meskipun Suriah tidak ingin berkonflik dengan negara tetangga mana pun.
"Kondisi negara yang lelah setelah bertahun-tahun konflik dan perang, tidak memungkinkan terjadinya konfrontasi baru," kata Al-Sharaa kepada Syria TV sebagaimana dilaporkan Reuters.
Sementara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) belum mengomentari pernyataan Al-Sharaa. Sebelumnya IDF mengatakan serangan itu diperlukan untuk menghentikan senjata jatuh ke tangan para ekstremis.
Diketahui, Presiden Bashar al-Assad dan keluarganya melarikan diri ke Rusia dan mencari suaka setelah kelompok Islamis Hayat Tahrir al-Sham (HTS) pimpinan al-Sharaa memimpin faksi pemberontak lainnya dalam serangan di Damaskus. Kelompok-kelompok tersebut terus membentuk pemerintahan transisi di Suriah yang secara teoritis dipimpin oleh Al-Sharaa.