Kejagung Tangkap Bos Sriwijaya Air Hendry Lie di Bandara Soetta
JAKARTA, iNews.id - Kejaksaan Agung RI menangkap co-founder Sriwijaya Air Hendry Lie (HL) di Terminal 2F Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, pada Senin (18/11/2024). Dia merupakan tersangka kasus korupsi tata niaga komoditas timah pada Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, menjelaskan penangkapan ini merupakan hasil kerja sama antara penyidik Jampidus, Jamintel, dan Atase Kejaksaan di Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Singapura. Penangkapan dilakukan setelah Hendry Lie diketahui berada di Singapura sejak Maret 2024 dan tidak memenuhi panggilan pemeriksaan Kejagung.
"Telah mengamankan tersangka HL pada Senin 18 November 2024 di Terminal 2F Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang," kata Harli Siregar dikutip, Selasa (19/11/2024).
Penangkapan ini berdasarkan Surat Perintah Penangkapan Nomor: 22/F.2/Fd.2/11/2024 yang dikeluarkan pada 18 November 2024. Sebelumnya, Hendry Lie sempat dipanggil sebagai saksi pada 29 Februari, namun yang bersangkutan tidak hadir.
Setelah itu, penyidik melakukan pencekalan terhadap Hendry Lie pada Maret 2024 dan menarik paspornya. Ia kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada April 2024.
"Pada 18 November 2024, HL akhirnya berhasil ditangkap saat kembali ke Indonesia dari Singapura," jelasnya.
Saat ini, Hendry Lie tengah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Gedung Menara Kartika Kejaksaan Agung. Dia juga ditahan selama 20 hari di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: 54/F.2/Fd.2/11/2024.
Harli Siregar menyatakan bahwa Hendry Lie berperan sebagai Beneficiary Owner PT TIN, yang secara aktif bekerja sama dalam penyewaan peralatan untuk pengolahan timah antara PT Timah Tbk dan PT TIN. Penerimaan timah oleh PT TIN berasal dari CV BPR dan CV SMS, yang sengaja dibentuk sebagai perusahaan untuk menerima bijih timah hasil kegiatan penambangan ilegal.
Hendry Lie diduga melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.