5 Solusi Pembinaan Ideologi Pancasila

5 Solusi Pembinaan Ideologi Pancasila

Terkini | inews | Selasa, 19 November 2024 - 07:00
share

Dr (c) Ir Hamry Gusman Zakaria, MM

Kandidat Doktor Ilmu Administrasi Publik Universitas Brawijaya
Ketua Yayasan Pendidikan Laboratorium Pancasila (YPLP)

TERJADINYA degradasi pemahaman nilai-nilai Pancasila pada generasi muda dapat terlihat melalui survei yang dilakukan oleh Setara Institute pada 2023 di 5 kota besar di Indonesia. Untuk pelajar SMA/SMK, hasilnya 83,3 menganggap Pancasila bukan ideologi yang permanen. Artinya Pancasila dapat diganti dengan ideologi lain. 

Kemudian Yayasan Pendidikan Laboratorium Pancasila (YPLP) juga melakukan survei pada Mei-Juni 2024, dengan sampel empat (4) unit sekolah di Provinsi DKI Jakarta, dengan hasil pelajar yang kurang setuju Pancasila sebagai ideologi negara sebagai berikut: (a) SD negeri di Jakarta Utara 5,9; (b) SMP negeri 13,25; (c) SMA negeri 14,71; dan (d) SMK negeri sebanyak 33,75.

Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah Pancasila sebagai ideologi dan pedoman hidup Bangsa Indonesia telah sedemikian luntur dari lubuk hati para generasi muda? Terutama Generasi Z kelahiran 1997-2010 dan Generasi Alpha kelahiran 2010–sekarang, yang masih kurang memahami Nilai-Nilai Pancasila, sebagai pedoman hidup sehari-hari. Saat ini, di bawah pemerintahan yang baru, mari kita bergandengan tangan dan fokus pada solusi. 

Berikut 5 Strategi Pembinaan Ideologi Pancasila:

1. Melakukan Rekonsiliasi dan Kesepakatan Nasional

Sejarah membuktikan bahwa Pancasila sebagai meja statis, yaitu sebagai fondasi negara yang kokoh, statis, dan tidak berubah, yang telah terbukti berhasil mempersatukan seluruh perbedaan Bangsa Indonesia dalam menghadapi berbagai gelombang ujian kehidupan. Kemudian Pancasila juga sebagai leistar dinamis, yaitu Pancasila sebagai bintang penuntun kehidupan yang akan membawa Indonesia ke arah kemajuan dan kemakmuran.

Maka buatlah forum khusus yang mempertemukan perwakilan stakeholder Bangsa Indonesia, dari berbagai kalangan agama, suku, partai, dan antar-golongan yang bahkan selama ini mungkin dianggap berseberangan. Diharapkan dapat terjadi islah, saling bermaafan, jika selama ini terjadi perselisihan dan sekat. Tinggalkanlah perbedaan, fokuslah pada upaya untuk mengembalikan jati diri bangsa. Caranya dengan memperkuat nilai-nilai karakter bangsa dalam 4 Konsensus Dasar Bangsa; Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, satu-kesatuan tak terpisahkan. Sehingga diharapkan dapat terwujud kesepakatan nasional dalam pembinaan ideologi Pancasila dengan bergotong-royong.

2. Optimalisasi Implementasi Nilai-Nilai Pancasila ke dalam Kebijakan Pusat
dan Daerah

Pancasila hanya akan terasa kehadirannya bagi masyarakat, jika penerapannya dapat turut membantu menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa. Oleh karena itu pemerintah terkait dapat melakukan uji petik dengan mengkaji suatu permasalahan yang dirasa belum memihak terhadap kepentingan masyarakat luas, sebagaimana esensi sila ke-5 Pancasila.

Sebagai contoh, berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja RI, tahun 2023 terdapat 9,9 juta orang Generasi Z yang tidak sedang bekerja, bersekolah, atau mengikuti pelatihan, dan mayoritas adalah lulusan SMK. Padahal SMK didesain untuk mendidik siswa agar siap bekerja.

Maka pemerintah dapat berkolaborasi untuk melakukan penelitian terkait inovasi solusi percepatan pengentasan pengangguran pada lulusan SMK, melalui pendekatan Collaborative Governance. Sehingga diharapkan dapat lahir kebijakan publik yang mencerminkan Sila ke-3, ke-4, dan ke-5 Pancasila sebagai penuntun menuju terciptanya salah satu tujuan bernegara, dalam Pembukaan UUD 45, yaitu “Untuk Memajukan Kesejahteraan Umum”.

3. Membuat Blue Print Regulasi Implementasi Pembumian Nilai-Nilai Pancasila

Menurut Bung Karno, Pancasila sebagai philosofische grondslag (fundamen filsafat), yaitu: Pikiran sedalam-dalamnya, untuk kemudian di atasnya didirikan bangunan “Indonesia merdeka yang kekal dan abadi”. 

Sehingga jika Pancasila disebut juga sebagai Staats Fundamental Norm, dasar pembentukan nilai atau norma pada berdirinya Bangsa dan Negara Indonesia. Sebagai norma dasar, Pancasila bersifat abstrak, dan harus dilakukan breakdown atas nilai dasar tersebut, sehingga membentuk nilai-nilai turunan yang dapat diimplementasikan oleh berbagai lapisan masyarakat.

Maka pemerintah dapat bergotong-royong bersama lintas sektor untuk semakin memperkuat peta sasaran segmen masyarakat yang akan menerima pembumian nilai-nilai Pancasila, membuat indikator capaian implementasi yang lebih konkret dan lebih relevan lagi dengan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Kemudian diharapkan dapat terbit regulasi implementasi pembumian nilai-nilai Pancasila untuk multisegmen masyarakat, tanpa melewatkan satu pun segmen masyarakat berdasarkan demografi usia, pekerjaan, tingkat pendidikan, agama/kepercayaan, suku, komunitas, dan lainnya.

4. Membumikan Nilai-Nilai Pancasila dengan Kerangka Gotong-Royong

Setelah regulasi implementasi pembumian nilai-nilai Pancasila terbit, hendaknya pemerintah dapat mensosialisasikan nilai-nilai Pancasila. Caranya dengan melibatkan berbagai tokoh masyarakat dengan mengusung local wisdom pada setiap wilayah. Membentuk duta-duta Pancasila, dan melatihnya secara khusus dengan target output dan outcome yang akuntabel, dan dapat dipertanggungjawabkan hasilnya. 

Ya, pemerintah sudah saatnya untuk turun gunung, bukan saatnya lagi untuk melakukan sosialisasi “top-down” hanya dari hotel ke hotel. Model sosialisasi nilai-nilai Pancasila pada suatu wilayah/segmen masyarakat bisa saja berbeda. Maka keragaman itulah yang harus dipupuk dan diberikan ruang interaksi agar bandul kebhinekaan dapat terus berayun dengan irama yang indah.

5. Membangun Life Style Pancasila pada Generasi Muda

Apakah kita menyadari bahwa saat ini remaja kita banyak yang lebih menyukai budaya asing sebagai bagian dari gaya hidupnya? Seperti budaya Jepang yang terwakilkan oleh sushi sebagai makanan favorit, video game, fashion, anime, dan J-Pop. Saat Pandemi Covid-19, pertumbuhan ekonomi dunia rontok, namun Korea Selatan mencatatkan nilai ekspor seni dan budaya Korean Wave (K-Pop, K-Drama, K-Film, K-Fashion, K-Beauty, dan K-Food) sebesar US$11,7 miliar dan perekonomiannya surplus 5,9 pada kuartal II 2021. 

Indonesia yang memiliki sekitar 17.000 pulau, sektiar 1.340 suku, dan sekitar 718 bahasa daerah "hanya sanggup" mengekspor hasil bumi, seperti kelapa sawit, batu bara, dan lainnya. Korea Selatan yang minim SDA, justru
perekonomiannya melampaui kita, dengan menjadi raja ekspor seni dan budaya.

Mari kita menjadikan seni dan budaya asli Indonesia sebagai tuan rumah di negara sendiri. Mari kita melakukan revitalisasi manajemen dan rebranding pada seni dan budaya lokal dengan memberi ruang dan dukungan penuh kepada para seniman untuk mengoptimalkan karya-karyanya, mulai panggung nasional hingga pelosok desa. Dan mari kita ciptakan ekosistem Pancasila yang berkesinambungan sehingga Generasi Z dan Alpha benar-benar memiliki lifestyle Pancasila di dalam setiap jengkal pikiran dan aliran napasnya.

Bung Karno di depan Sidang BPUPK 1 Juni 1945 mengatakan, “Gotong royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-membantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua. Keringat semua buat kebahagiaan semua. Holopis kuntul baris buat kepentingan bersama.”

Itulah syarat utama untuk maju menjadi pemenang yaitu gotong royong. Maka, inti dari artikel ini; Bagaimana mewujudkan gotong-royong, sebagai ruh utama Bangsa Indonesia, dalam mewujudkan 5 Solusi Pembinaan Ideologi Pancasila untuk menyongsong Indonesia Emas 2045.

Salam Pancasila!

Topik Menarik