Bursa Saham AS Kompak Anjlok, Dow Jones Turun 5,5 Persen

Bursa Saham AS Kompak Anjlok, Dow Jones Turun 5,5 Persen

Ekonomi | idxchannel | Jum'at, 4 April 2025 - 23:42
share

IDXChannel - Dow Jones mengalami kemerosotan terbesar selama lebih dari tiga tahun pada Jumat (4/4/2025). Hal tersebut karena tarif balasan China terhadap pungutan yang baru saja diresmikan Trump sehingga meningkatkan risiko perang dagang dan diprediksi dapat merusak ekonomi global.

Dikutip dari laman Investing Sabtu (5/4/2025), Dow Jones Industrial Average merosot 2.231 poin, atau 5,5 persen, indeks S&P 500 turun 5,9 persen, dan NASDAQ Composite turun 5,8 persen.

Kementerian perdagangan China mengatakan, pihaknya akan mengenakan pungutan 34 persen pada semua produk AS. Dengan demikian, hal itu akan setara dengan tarif pada barang-barang China yang masuk ke AS.

Adapun, kabar yang diumumkan Trump ini akan membuat kekhawatiran mitra dagang negara tersebut dengan tindakan balas dendam. Sehingga dapat mengakibatkan perang dagang dan kemungkinan resesi global.

JPMorgan menaikkan kemungkinan resesi global tahun ini menjadi 60 persen dari sebelumnya 40 persen, didorong oleh kemungkinan guncangan ekonomi. Sementara itu, JPMorgan juga memperkirakan kenaikkan tarif efektif rata-rata 22 poin atau sebesar USD700 miliar (2,4 persen dari PDB).

"Kenaikan sebesar ini akan setara dengan kenaikan pajak terbesar sejak Perang Dunia II," kata Ekonom JPMorgan yang dipimpin oleh Bruce Kasman.

Indeks utama Wall Street mengalami penurunan terbesar selama lima tahun pada Kamis, sehari setelah Trump mengumumkan tarif atas barang impor dari mitra dagang utama negaranya. Pengumuman ini menimbulkan kekhawatiran akan perang dagang global yang pada akhirnya akan menyebabkan aktivitas ekonomi terhambat.

Para ahli strategi di UBS merevisi target akhir 2025 yang disebabkan karena ekspektasi pertumbuhan lebih lemah dan menimbulkan kekhawatiran resesi setelah pengumuman tarif. UBS juga memangkas target S&P 500 menjadi 5.800 dari 6.400.

"Tarif yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang lebih rendah akan menjadi tekanan pada pendapatan perusahaan AS," kata Kepala Investasi UBS Mark Haefele.

Dia memperingatkan "premi risiko kemungkinan akan tetap tinggi" di tengah ketidakpastian kebijakan dan data ekonomi yang lebih lemah. 

Di sisi data, tingkat pengangguran meningkat di tengah ketidakpastian ekonomi yang sedang berlangsung, tingkat pengangguran diprediksi menjadi 4,2 persen atau naik dari 4,1 persen pada Februari.

Ketua Federal Reserve Jerome Powell mengatakan, Fed tidak perlu terburu-buru untuk menyesuaikan suku bunga pada saat kebijakan perdagangan pemerintahan Trump akan meningkatkan inflasi dan memperlambat pertumbuhan. 

"Rasanya kita tidak perlu terburu-buru. Rasanya kita punya waktu," kata Powell. Adapun saham Apple terus melemah saat kemerosotan teknologi kembali terjadi. Apple (NASDAQ:AAPL) anjlok lebih dari 7 persen pada Jumat.

Sebagai perusahaan yang sangat bergantung pada manufaktur China dan rantai pasokan global, Apple menghadapi peningkatan biaya karena tarif 54 persen yang dikenakan pada impor China.

Selain itu, perusahaan dengan eksposur besar ke China mengalami kerugian besar, dengan Qualcomm (NASDAQ:QCOM) dan Caterpillar (NYSE:CAT) turun tajam. Sementara perusahaan China yang terdaftar di AS, seperti Alibaba (NYSE:BABA), PDD Holdings (NASDAQ:PDD), Baidu (NASDAQ:BIDU) dan JD.com (NASDAQ:JD) diperdagangkan lebih rendah.

GameStop (NYSE:GME) naik 11 persen setelah CEO Ryan Cohen mengumumkan pembelian 500.000 saham tambahan perusahaan, yang menandakan kepercayaan yang kuat terhadap masa depan pengecer video game tersebut.

(kunthi fahmar sandy)

Topik Menarik