Houthi Terus Melawan, AS Akan Kerahkan Kapal Induk Nuklir Kedua
Amerika Serikat (AS) berencana mengerahkan kapal induk bertenaga nuklir kedua ke Timur Tengah saat serangan terhadap kelompok Houthi Yaman terus berlanjut.
Alih-alih tunduk setelah diserang militer Amerika secara besar-besaran sejak pekan lalu, kelompok Houthi justru terus melawan. Kelompok itu bahkan menyerang Israel dengan sejumlah rudal pada Kamis dan Jumat malam.
Para pejabat Amerika mengatakan kepada Al Arabiya English bahwa Pentagon sedang menyelesaikan rencana untuk mengerahkan personel tambahan dan kemampuan pertahanan udara sembari melanjutkan serangan terhadap basis-basis Houthi.
Tujuannya, kata para pejabat tersebut, adalah untuk melemahkan kemampuan militer Houthi dan mencegah serangan lebih lanjut, khususnya terhadap jalur pelayaran internasional di Laut Merah.
Menteri Pertahanan AS atau kepala Pentagon Pete Hegseth memperpanjang pengerahan kapal induk Harry S Truman ke Timur Tengah minggu ini dan diperkirakan akan memerintahkan kapal induk kedua ke wilayah tersebut dalam beberapa minggu mendatang.
Kantor berita Associated Press (AP) pertama kali melaporkan berita tentang perpanjangan waktu tugas USS Harry S Truman.
Sejak operasi militer dimulai akhir pekan lalu, pasukan AS telah melancarkan lebih dari 50 serangan, yang menghantam lokasi-lokasi militer penting Houthi, termasuk fasilitas peluncuran pesawat nirawak dan depot senjata.
Menurut pejabat AS, serangan-serangan ini telah menimbulkan kerugian yang signifikan bagi pasukan dan pimpinan Houthi.
Strategi yang Lebih Tegas
Pendekatan pemerintahan Presiden Donald Trump menunjukkan perubahan signifikan dalam strategi militer dibandingkan dengan pendahulunya, Joe Biden.“Pendekatan di bawah pemerintahan Trump menunjukkan keinginan untuk memperluas target dan geografi serangan militer,” kata Dana Stroul, mantan pejabat tinggi Pentagon untuk Timur Tengah dalam pemerintahan Biden, kepada Al Arabiya English, Sabtu (22/3/2025).
Tidak seperti operasi era Biden, yang sebagian besar difokuskan pada target militer seperti penyimpanan senjata bawah tanah dan lokasi radar, serangan AS baru-baru ini mencakup rumah-rumah para pemimpin senior Houthi dan pejabat yang terlibat dalam program pesawat nirawak kelompok tersebut.
Stroul mencatat bahwa, ditambah dengan penerapan kembali sebutan Organisasi Teroris Asing (FTO) bagi Houthi, operasi baru tersebut dapat meningkatkan tekanan pada kelompok tersebut dengan semakin mengisolasi Yaman dari sistem keuangan internasional dan menghambat keterlibatan komersial.
Tak lama setelah menjabat pada tahun 2021, Presiden Biden menghapus Houthi dari daftar FTO, yang membatalkan penetapan yang dibuat pada era Trump sebelumnya.
Presiden Donald Trump, ketika berkuasa kembali, kemudian memasukkan kembali Houthi dalam daftar FTO, yang menandakan kembalinya taktik tekanan maksimum terhadap kelompok-kelompok yang didukung Iran di kawasan tersebut.
Pergeseran Operasional dan Pendelegasian Wewenang
Perbedaan utama dalam pendekatan saat ini adalah peningkatan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada komandan operasional.Di bawah Biden, serangan memerlukan persetujuan dari pejabat senior, yang memperlambat waktu respons. Sebaliknya, pemerintahan Trump telah memberikan komandan militer otonomi yang lebih besar untuk menentukan target dan melaksanakan serangan ketika ada peluang.
Direktur Staf Gabungan untuk Operasi Militer AS Letnan Jenderal Alex Grynkewich menekankan manfaat dari pergeseran ini.
“Pendelegasian wewenang dari presiden melalui menteri pertahanan hingga komandan operasional memungkinkan kami mencapai tempo operasi di mana kami dapat bereaksi terhadap peluang yang kami lihat di medan perang untuk terus menekan Houthi,” katanya kepada wartawan minggu ini.
Menurut Stroul, fleksibilitas ini memungkinkan AS untuk beralih dari serangan balasan sesekali ke kampanye militer yang berkelanjutan. Namun, dia memperingatkan bahwa pemilihan target yang cermat tetap penting untuk meminimalkan korban sipil.
Peran Iran dan Implikasi Regional
Pemerintahan Trump juga telah mengintensifkan peringatannya kepada Iran atas tindakannyadukungan bagi Houthi, dengan meminta Teheran bertanggung jawab atas penyediaan senjata, intelijen, dan pelatihan bagi kelompok tersebut.Putin Awalnya Yakin Rusia Akan Mengalahkan Ukraina dengan Cepat, tapi Ternyata Tidak, Kenapa?
"Yang terpenting, pemerintahan Trump telah memprioritaskan kebebasan navigasi dan arus perdagangan yang bebas," kata Jenderal Joseph Votel, mantan komandan Komando Pusat (CENTCOM) AS, kepada Al Arabiya English.
Surat Trump kepada Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei awal bulan ini dilaporkan mencakup tenggat waktu dua bulan untuk mencapai kesepakatan nuklir baru atau menghadapi risiko tindakan militer AS atau Israel terhadap fasilitas nuklir Iran.
Minggu depan, pejabat AS dan Israel akan bertemu di Washington untuk membahas program nuklir Iran dan dukungannya terhadap kelompok proksi di seluruh Timur Tengah.
Masalah Strategis dan Logistik
Sementara pejabat militer AS berpendapat bahwa kekuatan diperlukan untuk mengekang agresi Houthi, beberapa memperingatkan bahwa kampanye yang berkepanjangan dapat membebani persediaan senjata AS."Kami tentu saja telah meningkatkan kapasitas produksi, tetapi permintaan amunisi tetap sangat tinggi. Departemen Pertahanan perlu memperhatikan topik ini dengan saksama," kata Votel.
Meskipun ada kekhawatiran ini, Pentagon bersikeras bahwa tujuannya bukanlah pergantian rezim di kawasan tersebut, melainkan perlindungan kepentingan AS.
"Ada tujuan akhir yang sangat jelas untuk operasi ini, dan itu dimulai saat Houthi berjanji untuk berhenti menyerang kapal-kapal kami dan membahayakan nyawa orang Amerika," kata Kepala Juru Bicara Pentagon Sean Parnell kepada wartawan.
Ketika AS mengintensifkan respons militernya, masih ada pertanyaan tentang berapa lama misi ini akan berlangsung dan apakah Houthi akan menyerah pada tekanan dan serangan.
Stroul dan Votel sama-sama menekankan bahwa meskipun aksi militer dapat melemahkan Houthi, strategi yang lebih luas diperlukan untuk mengamankan stabilitas yang langgeng.
"Tidak ada kampanye yang berakhir hanya dengan operasi tempur," kata Stroul.