Jenderal Rusia Igor Kirillov yang Dibunuh Mengingatkan pada Lab Rahasia AS di Indonesia
Kepala Pasukan Pertahanan Radiologi, Kimia, dan Biologi Rusia Letnan Jenderal Igor Kirillov telah tewas dalam serangan bom skuter di Moskow pada Selasa lalu.
Sosok jenderal ini mengingatkan pada penyelidikannya terhadap program penelitian biologi rahasia global Amerika Serikat, termasuk dugaan kegiatannya di Indonesia.
Kirillov, yang terbunuh bersama ajudannya dalam ledakan bom skuter di Moskow, telah sering menuduh AS melakukan penelitian biologi rahasia dengan kedok bantuan kemanusiaan dan kerja sama militer.
Dinas Keamanan Ukraina (SBU), yang sebelumnya melabeli jenderal tersebut sebagai "target yang benar-benar sah" untuk dibunuh, dilaporkan telah mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Selama masa jabatannya, Kirillov berulang kali menyoroti dugaan laboratorium biologi AS yang beroperasi secara global, dengan tak hanya fokus pada Ukraina, tetapi juga pada fasilitas di Asia Tenggara, termasuk laboratorium NAMRU-2 milik Angkatan Laut AS di Jakarta yang kini telah ditutup.
Dalam laporannya pada tahun 2022, dia mengklaim laboratorium tersebut melakukan penelitian biologi tanpa izin hingga ditutup pada tahun 2010 setelah Kementerian Kesehatan Indonesia menetapkannya sebagai "ancaman terhadap kedaulatan nasional."
Pengungkapan Kirillov mengingatkan kembali perihal klaim tentang kegiatan rahasia NAMRU-2 di Indonesia.
Pada tahun 2016, misalnya, dokter bedah Angkatan Laut Amerika Serikat di atas kapal rumah sakit USNS Mercy melakukan operasi pada 23 pasien Indonesia tanpa persetujuan Kementerian Kesehatan Indonesia.
Personel militer AS juga dituduh mengekspor sampel darah secara ilegal dan mengangkut anjing gila dari Padang, wilayah endemis rabies, tanpa izin.
Pejabat kesehatan Indonesia saat itu melaporkan bahwa tim Amerika telah mencari sampel virus demam berdarah dari nyamuk lokal, yang diduga melanggar peraturan Indonesia.
Mantan Menteri Kesehatan Indonesia saat itu; Siti Fadilah Supari, yang memimpin upaya penutupan NAMRU-2, sebelumnya menggambarkan operasi laboratorium tersebut selama puluhan tahun itu sebagai "tidak efektif" dan berpotensi berbahaya.
Dalam wawancara tahun 2022 dengan Kepala Biro RT Indonesia Denis Bolotsky, Siti Fadilah Supari mencatat bahwa meskipun dinyatakan fokus pada penelitian malaria dan tuberkulosis, kontribusi NAMRU-2 "tidak signifikan."
Perlawanan Siti Fadilah Supari dilaporkan menyebabkan ketegangan antara Indonesia dengan AS.
Kabel diplomatik AS yang bocor, yang dipublikasikan oleh WikiLeaks pada tahun 2010, mengungkapkan beberapa pertemuan tingkat tinggi di mana pejabat AS membahas strategi untuk "mengelola" Siti Fadilah Supari dan menekannya agar mengizinkan laboratorium NAMRU-2 untuk melanjutkan operasi.