Pertandingan Sepak Bola di Guinea Berakhir Rusuh, Tewaskan Hampir 100 Orang
NZEREKORE - Setidaknya 56 orang tewas dalam insiden berdesakan di sebuah pertandingan sepak bola di kota terbesar kedua di Guinea, Nzérékoré, menurut laporan pemerintah. Namun, angka itu dibantah oleh banyak pihak yang meyakini jumlah korban tewas sebenarnya mendekati 100 orang.
Menurut beberapa laporan insidne itu terjadi setelah wasit mengusir dua pemain tim tamu, Labi dan memberikan hadiah penalti yang kontroversial bagi tim tuan rumah.
Perdana Menteri Guinea, Oury Bah menyebut insiden ini sebagai sebuah peristiwa tragis dan menyampaikan belasungkawa kepada para korban. Dia juga menegaskan bahwa pemerintah sedang melakukan penyelidikan untuk menemukan siapa yang bertanggung jawab atas kejadian ini.
Seorang dokter mengatakan jumlah korban tewas membuat kamar mayat rumah sakit penuh, sehingga banyak jenazah yang berjejer di lorong rumah sakit.
"Yang lainnya tergeletak di lantai di lorong-lorong. Kamar mayat penuh," tambahnya, sebagaimana dilansir AFP.
Media lokal mengatakan polisi telah menggunakan gas air mata setelah pendukung tim tamu, Labé, melemparkan batu ke arah lapangan karena marah kepada wasit.
"Semuanya berawal dari keputusan wasit yang ditentang. Kemudian para penggemar menyerbu lapangan," kata seorang saksi mata kepada AFP.
Video dan gambar di media sosial menunjukkan pemandangan kacau di luar stadion, dengan kerumunan besar yang berusaha memanjat tembok dan banyak mayat tergeletak di tanah. Beberapa dari mereka yang tergeletak tak sadarkan diri di tanah tampaknya adalah anak-anak.
"Hanya ada satu pintu keluar... beberapa orang memanjat tembok untuk keluar dan dalam kepanikan, semua penonton menuju pintu keluar, yang sangat kecil. Mereka yang tidak dapat bertahan berakhir di lantai," kata Paul Sakouvogi, seorang jurnalis di Nzérékoré kepada BBC.
Ia menambahkan bahwa akses internet di wilayah tersebut telah dibatasi, dan polisi menjaga pintu masuk rumah sakit tempat para korban luka dirawat.
"Saya melihat enam mobil polisi diposisikan di depan tiga pintu masuk rumah sakit. Mereka hanya mengizinkan staf medis untuk masuk ke rumah sakit, sementara yang lain diminta untuk kembali melalui jalan yang sama," katanya.
Perdana Menteri Bah telah memberikan penghormatan kepada puluhan orang yang tewas dan menjanjikan dukungan medis dan psikologis penuh kepada semua yang terluka.
Badan sepak bola Guinea, Feguifoot, menyebutnya sebagai momen "rasa sakit yang hebat" dan mengatakan bahwa sepak bola dimaksudkan untuk "menyatukan hati dan mendekatkan pikiran" bukan menyebabkan "tragedi dan kesedihan".
"Semoga arwah para korban beristirahat dalam kedamaian abadi," kata Konfederasi Sepak Bola Afrika (CAF) dalam pernyataan dari presidennya, Patrice Motsepe. Guinea adalah salah satu dari beberapa negara - termasuk Ethiopia, Gambia, Chad, Sierra Leone - yang saat ini dilarang menyelenggarakan pertandingan sepak bola internasional karena CAF mengatakan tempat penyelenggaraannya tidak memenuhi standar internasional. Itu berarti bahwa ketika Guinea ambil bagian dalam kualifikasi Piala Afrika baru-baru ini, semua pertandingan kandang mereka harus diadakan di negara tetangga Pantai Gading.
Dalam beberapa bulan terakhir, telah terjadi peningkatan pengawasan terhadap tokoh-tokoh yang berkuasa di sepak bola Guinea. Pada Juli, Aboubacar Sampil, yang merupakan presiden badan sepak bola negara itu, Feguifoot, menjadi subjek penyelidikan atas korupsi dan kekerasan dalam sepak bola.
Seorang kolega junior menuduh Sampil, yang juga memimpin dewan direksi untuk tim lokal ASK, memfasilitasi kekerasan dan mencoba memengaruhi wasit pada pertandingan yang membuat ASK kalah 1-0 dari Milo FC.
Tim yang terakhir harus meninggalkan pertandingan dan mengalami kesulitan meninggalkan lapangan dengan aman, menurut dokumen yang diajukan ke badan etik Feguifoot.
Di antara hal-hal lainnya, Sampil juga dituduh mengabaikan protokol dan secara tidak langsung menunjuk orang untuk suatu pekerjaan.
Dia selalu membantah melakukan kesalahan apa pun.