Situasi Junta Militer Myanmar Buat China Khawatir, Ada Apa?
NAYPYIDAW Kemunduran yang dialami oleh junta militer Myanmar dalam menghadapi kelompok pemberontak dalam beberapa bulan belakangan dilaporkan membuat China khawatir. Pasalnya, Beijing selama ini memberikan dukungannya kepada junta Myanmar dalam upaya mengonsolidasikan strateginya di kawasan melalui Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI).
Namun, kendali junta militer di negara Asia Tenggara itu mulai memudar setelah pemberontak berhasil merebut dan menempatkan pemerintahan mereka di banyak provinsi, yang menjadi perhatian bagi China. Beberapa kelompok pemberontak di Myanmar menganut prinsip-prinsip demokrasi dan menganggap militer negara tersebut dan China sebagai penyebab utama krisis yang terjadi di negara mereka.
Baru-baru ini, Tentara Nasional Taang (TNLA) telah bergandengan tangan dengan Tentara Aliansi Demokrasi Nasional Myanmar (MNDAA), Tentara Arakan (AA), dan Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF) yang menguasai sebagian besar wilayah Myanmar, menurut laporan Asia Times dan dikutip The Hong Kong Post pada Jumat (4/10/2024).
Pejabat Israel Murka ICC Rilis Surat Perintah Penangkapan Netanyahu, Pakar Hukum Memujinya
Para kelompok pemberontak ini berusaha bergabung dengan pemerintahan bayangan Myanmar, Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), yang dibentuk koalisi anggota parlemen yang digulingkan secara demokratis dalam kudeta militer pada Februari 2021.
Keberpihakan kelompok etnis bersenjata ini dengan NUG dianggap sebagai perkembangan besar di Myanmar karena hal itu terjadi di saat junta disinyalir berada di ambang kehancuran.
Menghadapi tekanan dari pemberontak, junta telah kehilangan wilayah-wilayah penting dan sejumlah kota perbatasan dalam beberapa bulan terakhir. Bahkan, sumber daya yang menipis telah memengaruhi kemampuan junta untuk bertempur.
Dalam pertempuran melawan pemberontak, seluruh unit militer Myanmar telah memilih untuk menyerah atau melarikan diri di banyak tempat. Kekalahannya yang memalukan di tangan pemberontak terus berlanjut.
Setelah kehilangan kendali atas wilayah di Negara Bagian Shan utara yang dekat perbatasan China tahun lalu, militer Myanmar mengalami kekalahan lagi dari Tentara Arakan di Negara Bagian Rakhine utara dan tengah pada awal 2024. Kekalahan itu membuat junta Myanmar kehilangan kendali atas wilayah dekat perbatasan Bangladesh dan Samudra Hindia.
April lalu, Tentara Pembebasan Nasional Karen telah memaksa ratusan personel militer Myanmar, yang menjaga kota Myawaddy, menyerah. Menurut laporan BBC , sebagian besar perdagangan darat Myanmar dengan Thailand dilakukan melewati Myawaddy.
Kerja Sama Militer China dan Junta Myanmar
Menurut The Irrawaddy, portal berita yang dikelola para pengungsi Myanmar di Thailand, dua pasukan etnisTNLA dan MNDAA telah menguasai lebih dari 12 kota, sebagian besar di Negara Bagian Shan utara, sejak melancarkan serangan besar terhadap junta pada Oktober 2023.
Bahkan lembaga-lembaga utama militer Myanmar di Naypyidaw dan PyinOo Lewin tidak dapat diamankan dari serangan pemberontak. Akademi penting militer, Akademi Layanan Pertahanan (DSA) di Kotapraja PyinOo Lewin telah diserang oleh Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF) dengan roket pada April tahun ini.
Mahkamah Pidana Internasional Keluarkan Surat Perintah Tangkap Netanyahu Atas Kejahatan Perang
Pada4 April, PDF melakukan serangan terkoordinasi melalui pesawat nirawak (drone), yang menargetkan markas komando militer dan Pangkalan Udara Aye Lar di Naypyidaw, benteng junta.
Perlu diingat bahwa China telah menjadi pemasok utama senjata dan amunisi bagi militer Myanmar. Setelah menghadapi kemunduran di Negara Bagian Shan utara, Wilayah Mandalay, dan Negara Bagian Rakhine, junta Myanmar, menurut The Irrawaddy , mengirim pejabat pertahanan seniornya ke China untuk membahas pengiriman segera perangkat keras dan amunisi militer yang dibutuhkan.
Pada Juli, junta Myanmar mengirim Soe Win, wakil pemimpin rezim militer, untuk menghadiri Forum Pembangunan Hijau Organisasi Kerja Sama Shanghai. Namun, diyakini bahwa alasan utama kunjungannya adalah untuk "mengurus lebih banyak masalah militer seperti mengatur pembelian dan pengiriman senjata," dari China, menurut laporan The Irrawaddy .
Meski beberapa media internasional mengatakan bahwa China segera mengirimkan gelombang pertama perangkat keras militer ke Myanmar, sejaauh ini belum ada konfirmasi resmi terkait laporan tersebut.
China yang teguh dalam dukungannya terhadap junta Myanmar, secara konsisten memblokir tindakan hukuman apa pun di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang ditujukan kepada militer Myanmar sejak kudeta 1 Februari 2021. Setelah kudeta militer, menjadi lebih mudah bagi junta untuk memfasilitasi China dalam meluncurkan investasi baru dan melanjutkan proyek-proyek yang terhenti selama pemerintahan demokratis yang dipimpin Aung San Suu Kyi.
Kantor berita Radio Free Asia mengutip Direktorat Investasi dan Perusahaan yang didukung junta, mengatakan bahwa China menginvestasikan lebih dari USD113 juta antara kudeta pada Februari 2021 dan Februari 2023 di Myanmar. China telah berinvestasi di pertambangan, jaringan pipa minyak dan gas, infrastruktur, pelabuhan, dan proyek listrik dengan total USD22 miliar di Myanmar. Namun, hal ini telah menimbulkan ketidakpuasan di antara masyarakat.
Faktanya, semakin banyak investasi China, semakin banyak warga Myanmar membencinya. Investasi dianggap hanya sebagai alat Beijing untuk memperkuat cengkeramannya terhadap Myanmar yang berbatasan sepanjang 2.200 kilometer dengan Myanmar. Masyarakat Myanmar merasa bahwa sejumlah perusahaan China mengutamakan keuntungan mereka sendiri dan mengabaikan kepentingan penduduk lokal di negara Asia Tenggara tersebut.
Pemilu Myanmar
Di tengah-tengah semua ini, kelompok pemberontak TNLA telah bergandengan tangan dengan MNDAA, Tentara Arakan, dan PDF, dan semuanya telah bersekutu dengan NUG dalam menantang kekuatan serta pengaruh junta Myanmar.
Hal ini telah membunyikan bel peringatan di China yang segera mengirim Menteri Luar Negerinya, Wang Yi, ke Myanmar pada 14 Agustus untuk berbicara dengan otoritas junta senior dan menstabilkan situasi di negara tersebut. Menurut televisi pemerintah Myanmar MRTV, Wang Yi bertemu pemimpun junta Myanmar Min Aung Hlaing dan meyakinkannya bahwa China akan membantu membawa stabilitas dan perdamaian di Myanmar.
Pada 30 Agustus, Duta Besar baru China untuk Myanmar, Ma Jia, telah bertemu menteri pertahanan junta Myanmar, Jenderal Tin Aung San di, Naypyidaw untuk membahas keamanan perbatasan dan pelatihan militer bersama, kata MRTV .
Dikatakan bahwa selama pertemuan tersebut, Dubes Ma Jia menegaskan kembali komitmen negaranya untuk menjalankan kerja sama militer dengan Myanmar. Baik Wang Yi maupun Ma Jia dalam pertemuan mereka dengan otoritas junta juga menawarkan bantuan Beijing dalam menyelenggarakan pemilihan umum di Myanmar tahun depan.
Junta Myanmar, yang saat ini berada dalam posisi kurang menguntungkan, ingin menyelenggarakan pemilu dengan melibatkan semua kelompok pemberontak. Namun, NUG dan semua kelompok pemberontak utama, termasuk PDF, telah menolak tawaran ini, dengan mengatakan bahwa di bawah rezim junta tidak akan ada pemungutan suara yang bebas dan adil.
Penentangan ini telah memicu kegugupan di China karena khawatir para pemberontak, yang termotivasi oleh kemenangan demi kemenangan dalam pertempuran melawan militer Myanmar, dapat dengan mudah mengalahkan junta serta menguasai negara Asia Tenggara tersebut.