Raja Yordania Siap Memerangi Israel Jika Ubah Status Masjid Al-Aqsa
Raja Yordania Abdullah II menekankan negaranya siap terlibat dalam konflik terbuka dengan Israel jika nekat mengubah status Masjid Al-Aqsa di Yerusalem.
Mengutip laporan CNN International, Raja Abdullah II mengaku khawatir dengan kemungkinan Israel akan mencoba mengubah status Yordania sebagai wali yang dalam hal ini dipercaya menjaga sejumlah situs suci Muslim dan Kristen di Yerusalem Timur yang kini diduduki Israel.
Menurutnya, mengubah status perwalian Yordania maka sama saja Israel telah meleewati apa yang disebut Raja Abdullah II sebagai \'garis merah\' yang ditetapkan Yordania.
"Jika orang ingin terlibat konflik dengan kami, kami cukup siap," katanya.
"Saya selalu percaya bahwa, mari kita lihat gelasnya setengah penuh, tetapi kita memiliki garis merah tertentu () Dan jika orang ingin mendorong garis merah itu, maka kita akan menghadapinya," sambungnya.
3 Senjata China yang Lebih Canggih Daripada Senjata Amerika Serikat, Ada Laser hingga Drone
Hal itu diutarakan Raja Abdullah II ketika Israel kini dipimpin Benjamin Netanyahu yang digadang-gadang akan menjadi pemerintahan paling berhaluan kanan dalam sejarah Israel.
Kondisi inilah yang dikhawatirkan mendorong eskalasi kekerasan Israel-Palestina dan menjauhkan Israel dengan tetangga Arab dan sekutu Baratnya.
Terlebih, bentrok sepanjang tahun ini sudah menjadi yang paling mematikan bagi warga Palestina dan Israel dalam hampir dua dekade terakhir, dan telah meningkatkan momok pemberontakan baru Palestina melawan Israel.
"Kita harus khawatir tentang intifada (pemberontakan) berikutnya," kata raja.
"Dan jika itu terjadi, itu adalah pelanggaran hukum dan ketertiban yang lengkap dan yang tidak akan diuntungkan oleh Israel maupun Palestina. Saya pikir ada banyak perhatian dari kita semua di wilayah ini, termasuk di Israel yang berada di pihak kita dalam masalah ini, untuk memastikan hal itu tidak terjadi," ujar Raja Abdullah II.
Adapun salah satu tokoh paling kontroversial dalam pemerintahan mendatang Israel adalah Itamar Ben Gvir.
Sosok yang akan menduduki kursi menteri keamanan nasional itu diketahui memiliki sejarah panjang menghasut kekerasan terhadap warga Palestina dan Arab. Ia bahkan sempat dihukum karena menghasut rasisme anti-Arab dan mendukung terorisme dan secara terbuka menyerukan perubahan status quo di tempat-tempat suci.
Kini, jabatannya sebagai menteri keamanan Israel akan membuatnya memegang kendali atas polisi, termasuk penegakan hukum di tempat-tempat suci Yerusalem.
"Saya tidak berpikir orang-orang itu berada di bawah mikroskop Yordania. Mereka berada di bawah mikroskop internasional," kata Abdullah II, menanggapi pertanyaan tentang pandangan Ben Gvir.
Sebagai informasi, Monarki Hashemite Yordania telah menjadi penjaga situs suci Yerusalem sejak 1924 dan menganggap dirinya sebagai penjamin hak beragama Muslim dan Kristen di kota tersebut.
Walau Israel merebut Yerusalem Timur dari Yordania dalam perang 1967, Israel telah secara resmi mengakui peran khususnya di situs-situs suci kota itu sejak menandatangani perjanjian damai dengan Yordania pada tahun 1994.
Yordania adalah negara Arab kedua yang menormalkan hubungan dengan Israel, setelah Mesir. Namun kini, keduanya memiliki hubungan yang tidak nyaman. Yordania secara teratur menuduh Israel melanggar perjanjian dengan mengatur aktivitas warga untuk beribadah di Yerusalem
"Pada akhirnya, rakyat Israel memiliki hak untuk memilih siapa pun yang mereka inginkan untuk memimpin mereka () Kami akan bekerja dengan siapa saja dan semua orang selama kami dapat menyatukan orang," kata Abdullah II.