Ternyata... Obesitas dan Berkumis Pernah Jadi Standar Kecantikan Perempuan di Masa Lalu

Ternyata... Obesitas dan Berkumis Pernah Jadi Standar Kecantikan Perempuan di Masa Lalu

Global | inewsid | Kamis, 20 Januari 2022 - 18:07
share

TEHERAN, iNews.id Pada zaman sekarang, banyak perempuan berusaha melangsingkan tubuh agar terlihat menarik. Bahkan, tak sedikit pula wanita yang sampai rela merogoh kocek dalam jumlah besar demi membesarkan payudara, mendapatkan wajah tirus, dan memancungkan hidung lewat operasi plastik, supaya tampil makin cantik.

Akan tetapi, standar kecantikan perempuan di Iran pada abad kesembilan belas benar-benar berbeda dari apa yang lazimnya dianggap cantik oleh masyarakat hari ini. Pada masa itu, obesitas menjadi ciri utama wanita. Semakin berat badan mereka, semakin menarik bagi pria.

Yang mungkin lebih aneh lagi, kumis juga menjadi standar kecantikan bagi perempuan Iran kala itu. Dengan kata lain, produk penghilang rambut yang tersedia saat ini, jelas tidak akan begitu populer dua abad yang lalu di negeri yang dulu bernama Persia itu.

Raja Persia yang berkuasa pada 1848 1896, Nashiruddin Shah, dikenal sebagai sosok pria yang gemar mencari kesenangan semasa hidupnya. Hal itu kerap membuat marah orang-orang di sekitarnya.

Putri Persia, Esmat al-Dowleh. (Foto: Istimewa)
Putri Persia, Esmat al-Dowleh. (Foto: Istimewa)

Nashiruddin menyukai fotografi sejak masa kecilnya. Ketika dia naik takhta, dia mendirikan ruang fotografi di istananya. Penguasa Persia itu juga membawa fotografer asal Rusia, Antoin Sevruguin, ke Teheran sebagai fotografer pribadinya. Sebagai fotografer, Sevruguin hanya diperbolehkan memotret raja, keluarga laki-laki raja, dan para pegawai istana.

Sementara, Nashiruddin memotret sendiri para wanita haremnya. Jumlah mereka lebih dari 100 orang, ungkap jurnalis Alarabiyah , Diaa Nasser, dalam artikel berjudul What were beauty standards like in Iran during the 19th century? yang dipublikasikan pada 2017.

Setelah memotret para haremnya, sang raja akan memproses foto-foto itu di kamar gelap, sebelum akhirnya dia simpan di Istana Golestanyang kini telah berubah statusnya menjadi museumdi ibu kota Iran, Teheran.

Pada waktu itu, kata Nasser, tradisi fikih Syiah melarang memotret perempuan. Namun, dalam praktiknya, hanya raja yang bisa menerobos batas hukum tersebut.

Jika kita melihat dari dekat foto-foto para istri Nashiruddin di depan kamera, mereka tampak begitu rileks dan santai. Ini menunjukkan bahwa istri-istri Nashiruddin Shah berasal dari kelas atas, atau mungkin dari keluarga bangsawan yang mengabaikan tradisi sosial yang berlaku (pada masa itu), kata Nasser.

Foto-foto itu juga mencerminkan persahabatan yang terjalin di antara para harem atau istri raja. Mereka begitu rukun dan tak ada permusuhan yang tampak di wajah mereka. Saat mereka berdiri berdampingan di depan kamera, mereka diketahui sering bepergian bersama.

Anis al-Dawlah. (Foto: Istimewa)
Anis al-Dawlah. (Foto: Istimewa)

Salah satu foto hasil jepretan Nashiruddin menampilkan Anis al-Dawlah, istri favorit sang raja. Dalam foto itu, al-Dawlah terlihat memiliki bobot badan jauh di atas normal atau obesitas. Pada kulit di bagian atas bibirnya, ada kumis yang tumbuh layaknya yang kita jumpai pada pria masa kini.

Ada pula foto Putri Fatemeh Khanum alias Esmat al-Dowleh, salah satu anak perempuan Nashiruddin. Di foto itu, sang putri tampak mengenakan kerudung dan rok pendek. Dia juga memiliki kumis dan bertubuh besar.

Selain itu, ada banyak gambar yang menunjukkan istri-istri Nashiruddin Shah mengenakan rok pendek. Busana semacam itu mulai populer di kalangan perempuan istana Persia, sejak sang raja menghadiri pertunjukan balet di Rusia. Dia mengagumi rok pendek penari dan sejak itu membuat istri dan haremnya memakai pakaian itu.

Topik Menarik