Renungan Jelang Maghrib, Islam Tegaskan Jebakan Kekuasaan Ketika Ambisi Menggoda Sangat Berbahaya
MEDAN, iNewsMedan.id - Ambisi dan kekuasaan adalah dua konsep yang saling terkait erat dalam kehidupan manusia. Ambisi sering didefinisikan sebagai keinginan yang kuat untuk mencapai tujuan tertentu, sementara kekuasaan merujuk pada kemampuan untuk mengendalikan atau mempengaruhi orang lain atau situasi.
Banyak individu termotivasi oleh ambisi untuk meraih posisi kekuasaan, karena mereka percaya bahwa dengan memiliki kekuasaan, mereka dapat mewujudkan visi dan misi mereka, memperoleh pengakuan, atau sekadar memenuhi kebutuhan ego mereka. Islam menegaskan ambisi dan kekuasaan yang tidak terkendali dapat membawa dampak negatif sangat berbahaya.
Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray, Lc menjelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
Ø¥ÙÙÙÙÙÙ٠٠سÙتÙØÙرÙصÙÙÙ٠عÙÙÙ٠اÙØ¥ÙÙ ÙارÙØ©Ù ÙÙسÙتÙÙÙÙÙÙ ÙÙدÙا٠ÙØ©Ù ÙÙÙÙ٠٠اÙÙÙÙÙÙا٠ÙØ©Ù ÙÙÙÙعÙ٠٠اÙÙÙ ÙرÙضÙعÙØ©Ù ÙÙبÙئÙسÙت٠اÙÙÙÙاطÙÙ ÙØ©Ù
“Sesungguhnya kalian akan berambisi terhadap kekuasaan, padahal ia akan menjadi penyesalan di hari kiamat, ia hanya kesenangan di dunia dan penderitaan di akhirat.” [HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah menyebutkan hadits yang mulia ini dalam Bab,
Ù Ùا ÙÙÙÙرÙÙÙ Ù ÙÙ٠اÙÙØÙرÙص٠عÙÙÙ٠اÙØ¥ÙÙ ÙارÙØ©Ù
“Dibencinya Ambisi Terhadap Kekuasaan.” [Shahih Al-Bukhari]
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata,
Ùذا أص٠عظÙÙ Ù٠اجتÙاب اÙÙÙاÙØ© ÙÙا سÙ٠ا ÙÙ Ù Ùا٠ÙÙ٠ضع٠ÙÙÙ ÙÙ Ø٠٠٠دخ٠ÙÙÙا بغÙر Ø£ÙÙÙØ© ÙÙÙ Ùعد٠ÙØ¥ÙÙ ÙÙد٠عÙ٠٠ا Ùرط Ù Ù٠إذا جÙز٠باÙخز٠ÙÙ٠اÙÙÙا٠ة Ùا٠ا Ù Ù Ùا٠أÙÙا Ùعد٠ÙÙÙا Ùأجر٠عظÙÙ Ù٠ا تظاÙرت ب٠اÙأخبار ÙÙÙÙ Ù٠اÙدخÙÙ ÙÙÙا خطر عظÙÙ ÙÙØ°Ù٠ا٠تÙع اÙØ£Ùابر Ù ÙÙا ÙاÙÙ٠أعÙÙ
HIKMAH JUMAT : Tasyakur Kemerdekaan
“Ini adalah pondasi (dalil) yang agung tentang menjauhi kepemimpinan, terutama orang yang memiliki kelemahan, yaitu orang yang berkecimpung di dalamnya tanpa memiliki keahlian dan tidak berlaku adil, sesungguhnya ia akan menyesal atas apa yang ia sia-siakan tatkala ia dibalas dengan kehinaan di hari kiamat.
Adapun orang yang ahli dan adil dalam kepemimpinan maka pahalanya besar sebagaimana dijelaskan dalam banyak dalil. Akan tetapi, turut serta di dalam kekuasaan sangat berbahaya, oleh karena itu ulama-ulama besar berpaling darinya, wallaahu a’lam.” [Fathul Bari, 13/126, Subulus Salaam, 4/117]
Al-Amir Ash-Shon’ani rahimahullah berkata,
Ùا٠تÙع اÙشاÙع٠Ù٠ا استدعا٠اÙ٠أ٠ÙÙ ÙÙضاء اÙشر٠ÙاÙغرب Ùا٠تÙع Ù Ù٠أب٠ØÙÙÙØ© Ù٠ا استدعا٠اÙÙ ÙصÙر ÙØبس٠Ùضرب٠ÙاÙØ°Ù٠ا٠تÙعÙا ٠٠اÙØ£Ùابر ج٠اعة ÙØ«ÙرÙÙ
“Imam Syafi’i menolak menjadi pejabat untuk pengadilan wilayah Timur dan Barat ketika Khalifah Al-Makmun memintanya, dan Imam Abu Hanifah juga menolak ketika diminta oleh Khalifah Al-Manshur, sehingga Al-Manshur memenjarakan dan memukul beliau. Dan masih banyak ulama-ulama besar yang menolak jabatan.” [Subulus Salaam, 4/117]
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengutip dari para ulama,
Ùع٠اÙ٠رضعة Ù٠ا ÙÙÙا Ù Ù ØصÙ٠اÙجا٠ÙاÙ٠ا٠ÙÙÙاذ اÙÙÙÙ Ø© ÙتØصÙ٠اÙÙذات اÙØسÙØ© ÙاÙÙÙÙ ÙØ© Øا٠ØصÙÙÙا Ùبئست اÙÙاط٠ة عÙد اÙاÙÙصا٠عÙÙا ب٠Ùت أ٠غÙر٠Ù٠ا Ùترتب عÙÙÙا ٠٠اÙتبعات Ù٠اÙآخرة
“Kekuasaan itu adalah kesenangan di dunia karena di dalamnya diraih kedudukan, harta, terlaksananya keputusan dan menghasilkan segala kesenangan yang kasat mata maupun kesenangan batin. Namun ia adalah penderitaan di akhirat ketika telah berpisah darinya karena kematian dan pertanggungjawaban semua yang terkait dengannya di akhirat.” [Fathul Bari, 13/127]
Wallahu a'lam bishawab