Benarkah Menikah di Bulan Muharram atau Suro Bakal Ditimpa Sial, Islam Menjawab dengan Lengkap 

Benarkah Menikah di Bulan Muharram atau Suro Bakal Ditimpa Sial, Islam Menjawab dengan Lengkap 

Gaya Hidup | purwokerto.inews.id | Sabtu, 6 Juli 2024 - 14:40
share

PURWOKERTO, iNewsPurwokerto.id - Tahun Baru Islam 1 Muharram 1446 Hijriah sebentar lagi akan tiba. Pada Sabtu6 Juli 2024 bertepatan dengan 29 Dzulhijjah 1445 Hijriah. Saat masuk waktu maghrib tiba, maka sudah masuk Tahun Baru Islam 1 Muharram.

Adayang mengidentikan Muharram dengan Suro ya ng didalamnya banyak larangan untuk dilakukan, termasuk menikah. Bahkan adayang menyebut menikah di bulan Muharram disebut pamali sebab akan sial bila dilakukan. Bagi Islam benarkah demikian?

Ustaz Ammi Nur Baits lulusan S1 Jurusan Fiqih dan Ushul Fikih Universitas Al-Madinah menjelaskan, bahwa keyakinan larangan tidak boleh menikah di bulan Muharram adalah kekeliruan fatal. Keyakinan yang seperti itu, tentu saja tidak benar.

Ustaz Ammi Nur Baits menjelaskan bahwa bulanMuharram adalah salah satu dari empat bulan suci dalam Islam selain bulanDzul Qadah, Dzulhijjah danRajab.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjelaskan keempat bulan ini,

Sesungguhnya waktu berputar ini sebagaimana ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun ada dua belas bulan. Diantara dua belas bulan itu, ada empat bulan suci (Syahrul Haram). Tiga bulan berurutan: Dzul Qodah, Dzulhijjah, dan Muharram, kemudian bulan Rajab suku Mudhar; antara Jumadi tsaniah dan Syaban. (HR. Bukhari dan Muslim)

Bulan Muharram adalah bulan suci di sisi Allah, bahkan merupakan bulan terbaik diantara empat bulan suci itu. Ini menunjukkan, Muharram atau suro adalah bulan yang berkah, bukan bulan sial.

Selain bulan Muharram adalah bulannya Allah. Satu-satunya bulan yang Allah nisbatkan kepada diriNya yang maha mulia, adalah bulan Muharram.

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah Muharram . (HR. Muslim 1163)

Bagaimana mungkin bulan yang disebut Nabi shallallahualaihi wa sallam sebagai bulannya Allah, menjadi waktu yang sial?! Tentu ini adalah waktu penuh keberkahan.

Jika disebut akan tertimpa sial bila menikah di bulan Muharram atau Suro maka hal itu sama saja mencela waktu. Padahal dalam Islam hal itu sangat dilarang.

Apalagi jika yang dicela adalah bulan yang istimewa, disebut sebagai bulannya Allah.

Nabi shallallahualaihiwasallam bersabda,

Janganlah kalian mencela dahr (waktu) karena Allah itu adalah dahr . (HR Muslim, dari Abu Hurairah)

Dilarang mencela waktu, karena seorang yang mencela waktu, dia telah mencela Tuhan yang mengatur waktu, yaitu Allah azza wa jalla.

Oleh karenanya dalam hadis yang lain diterangkan. Rasulullah shallallahualaihiwasallam bersabda,

:

Allah azza wa jalla berfirman, Anak Adam telah menyakiti-Ku; ia mencela dahr (waktu), padahal Aku adalah (pencipta) dahr. Di tangan-Ku segala perkara, Aku memutar malam dan siang . (HR. Bukhori & Muslim, dari Abu Hurairah)

Ibnu Katsir menukil pernyataan Imam Syafii dan Abu Ubaidah rahimahumullah -, menjelaskan maksud hadis ini,

: .
.

Dahulu orang Arab saat masa Jahiliah jika tertimpa musibah mereka berucap,

Dasar waktu sial..!

Mereka menyandarkan sebab musibah itu kepada waktu, kemudian mencelanya. Padahal yang menciptakan segala kejadian adalah Allah. Maka seakan-akan mereka telah mencela Allah azza wajalla . Karena pada hakikatnya Allah yang menimpakan kejadian itu. Inilah sisi alasan larangan mencela waktu. Karena Allah lah yang mengatur waktu dan sejatinya mereka telah menyandarkan kesialan musibah itu kepadaNya. Penjelasan ini adalah penjelasan paling baik untuk makna hadis di ini.

(Umdah at Tafsir Ibnu Katsir, 3/295-296)

Paparan ini juga menunjukkan bahwa, mitos menganggap waktu sial adalah budaya jahiliah. Inilah alasan ke empat.

Perlu ditegaskan menganggap waktu sebagai sumber sial adalah budaya kaum Jahiliyah

Orang Jahiliyah dahulu juga punya mitos yang sama, yang berbeda hanya bulannya. Mereka meyakini menikah di bulan Syawal, dapat mengundang kesialan. Mitos ini kemudian ditepis oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam dengan menikahi Aisyah di bulan Syawal.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menikahiku di bulan Syawal, dan mengadakan malam pertama denganku di bulan Syawal. Manakah istri beliau yang lebih mendapatkan perhatian beliau selain aku?

Salah seorang perawi mengatakan, Aisyah menyukai jika suami melakukan malam pertama di bulan Syawal. (HR. Muslim, An-Nasai, dan yang lain)

Sehingga menganggap Suro sebagai bulan sial, adalah perbuatan tasyabbuh (menyerupai) dengan kaum Jahiliah.

Ada sebuah keteladanan Nabi dari kisah yang diceritakan Ibunda Aisyah di atas. Bahwa dianjurkan untuk bersikap menyelisihi mitos anggapan sial. Agar keyakinan khurofat seperti ini, hilang dari masyarakat.

Termasuk perbuatan Thiyaroh.

Dalam kajian masalah aqidah, berkeyakinan sial karena melihat peristiwa tertentu atau terhadap hari tertentu disebut thiyarah atau tathayur. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyebut perbuatan ini sebagai kesyirikan, sebagaimana disebutkan dalam hadis dari sahabat Ibn Masud radhiyallahu anhu , Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Thiyarah itu syirik, Thiyarah itu syirik, (diulang 3 kali) (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibn Majah, dan yang lainnya. Syuaib Al-Arnauth mengatakan, Sanadnya shahih).

Topik Menarik