Intip Orang Paling Berjasa di Balik Bersih dan Kinclongnya Bus di Terminal
JAKARTA, iNews.id Perusahaan otobus (PO bus) selalu menjaga kebersihan dan tampilan kendaraan agar selalu disukai penumpang. Apalagi setelah perjalanan jauh bus biasanya berdebu dan kotor.
Sebab itu, saat sampai terminal ada orang-orang yang siap memberikan layanan cuci bus. Salah satunya adalah Udin yang menjalani profesi tukang cuci bus di Terminal Pulo Gebang.
Udin yang merupakan warga asli Boyolali, Jawa Tengah, sudah mengadu nasib di Jakarta sejak 10 tahun lalu. Dia memilih untuk menjadi tukang cuci bus karena merasa itu pekerjaan yang paling mudah dilakukannya.
Kebersihan armada menjadi kunci sukses sebuah Perusahaan Otobus (PO) agar tak kehilangan pelanggan. Tampilan bus menjadi salah satu yang dilihat oleh para penumpang sebelum memilih moda transportasi yang akan digunakannya.
Sebelumnya di Pulo Gadung, terminal pindah ke sini, ya ikut pindah. Sehari itu bisa dapat 3-4 bus. Satu bus itu bayarannya nggak nentu, ya umumnya sih Rp60 ribu. Sistemnya di sini pribadi sesuai kesepakatan temen-temen yang cuci bus juga, kata Udin dalam unggahan video di kanal YouTube Ichal Traveller.
Udin menjelaskan bahwa dirinya mencuci bus berdasarkan permintaan para kru yang sedang memarkirkan busnya di Terminal Pulo Gebang. Untuk mencuci kendaraan besar dia memerlukan waktu sekitar 1 jam.
Cuci dimulai dari bagian depan. Ini paling susah, soalnya bus-bus sekarang kaca depannya gini (double glass) nggak kaya dulu cuma satu. Paling susah itu kalau cuci (bodi) Avante sama SR2, soalnya kaca atasnya naik banget, ujar Udin.
Udin mengungkapkan ada banyak rekan-rekan seprofesinya sebelum pandemi Covid-19 menghantam Indonesia. Ketika terminal tak beroperasi, Udin dan rekan-rekannya mencoba profesi lain, tapi hanya dirinya dan tujuh orang lain yang kembali menjadi tukang cuci bus.
Aslinya mah banyak Pak, ada 20 orang. Cuma berhubung terminal sepi, orang-orang alih kerjaan. Sekarang cuma ada tujuh orang. Yang lain ada yang berdagang, ada yang bangunan, katanya.
Udin menyebutkan dirinya bersama rekan-rekan lain membagi jadwal kerja sesuai dengan kesepakatan bersama. Tak ada yang mengatur jadwal kerja, hanya ada koordinasi dari ormas setempat agar mereka bisa aman bekerja.
Ada shift-nya Pak, jadi misalnya sekarang saya kerja besok libur. Kalau dulu waktu orangnya banyak ada 20, seminggu shift-nya, seminggu siang, seminggu malem, jadi dari jam 7 Isya sampai jam 7 pagi, ujarnya.
Saat terminal tutup, Udin mengaku sempat beralih profesi jadi pengangkut beras bersama teman-temannya yang cuci bus di terminal. Banyak temannya yang tidak kuat menjalani profesi itu.
Jadi dari packing, jahit, 10 ton itu dibayar Rp600 ribu. Itu timnya tergantung ada yang 10 orang, ada yang tujuh orang. Jadi kita dibayarnya per 10 ton. Itu juga nggak ada setiap hari, bisa seminggu sekali, seminggu dua kali, katanya.