Jejak Sejarah Kerusuhan Sepak Bola di Dunia
JAKARTA, NETRALNEWS.COM - Kabar duka kembali menyelimuti sepak bola Indonesia. Laga derbi Jawa Timur yang mempertemukan Arema FC vs Persebaya berakhir dengan tragedi memilukan.
Sampai tulisan ini dibuat, tercatat sebanyak 130 orang yang terdiri atas 128 suporter Arema dan dua personel dari kepolisian meninggal dunia. Sementara, sekitar 180 lainnya mengalami luka-luka dan dalam perawatan.
Sebelumnya kita sering mendengar berbagai tragedi kerusuhan di stadion yang menyebabkan banyak korban jiwa. Salah satu yang populer adalah tragedi Heysel yang menewaskan 39 orang dalam laga Final Liga Champions antara Liverpool dan Juventus pada 1985.
Akibat peristiwa tersebut, banyak klub Inggris yang dilarang tampil di seluruh kompetisi Eropa selama lima musim.
Tragedi Heysel begitu disoroti dunia, mengingat dari aspek level kompetisi dan statusnya sebagai laga final yang dianggap sakral. Padahal dari aspek jumlah korban sebenarnya tragedi Heysel bahkan tidak menempati peringkat 10 besar dunia.
Jumlah korbannya tidak setara dengan jumlah korban yang meninggal akibat kerusuhan yang pernah terjadi di stadion lain, misalnya, di Peru, Ghana, Nepal, dan Argentina yang di antaranya mencapai ratusan jiwa.
Adapun peringkat tertinggi dipegang oleh tragedi di Estadio Nacional di Peru ketika pertandingan Peru vs Argentina pada 24 Mei 1964 yang menewaskan 328 orang.
Banyaknya korban meninggal menempatkan insiden di Kanjuruhan masuk urutan kedua dalam 10 besar tragedi kerusuhan di stadion yang menelan korban jiwa terbesar.
Adapun rincian sebagai berikut:
1. Estadio Nacional Disaster, Lima, Peru, 328 orang tewas (24 Mei 1964)
2. Tragedi Stadion Kanjuruhan, Malang, Indonesia, 130 orang tewas (1 Oktober 2022)
3. Accra Sports Stadium Disaster, Accra, Ghana, 126 orang tewas (9 Mei 2001)
4. Hillsborough Disaster, Sheffield, Inggris, 96 orang tewas (15 April 1989)
5. Kathmandu Hailstorm Disaster, Kathmandu, Nepal, 93 orang tewas (12 Maret 1988)
6. Mateo Flores National Disaster, Guatemala City, Guatemala, 80 orang tewas (16 Oktober 1996)
7. Port Said Staduim Riot, Port Said, Mesir, 70 orang tewas (1 Februari 2012)
8. Puerta 12 Estadion Monumental, Buenos Aires, Argentina, 71 orang tewas (23 Juni 1968).
9. Second Ibrox Stadium Disaster; Galsgow Skotlandia, 66 orang tewas (1971)
10. Luzhiniki disaster; Lenin Stadium Moscow Rusia, 66 orang tewas (20 Oktober 1982).
Secara keseluruhan data mengenai jumlah korban jiwa terbesar dalam kerusuhan di stadion di seluruh dunia tercatat sebanyak 20 kejadian lebih.
Mayoritas dari kejadian itu berlangsung ketika stadion diisi oleh dua kubu suporter dari tim yang sedang berlaga. Sementara, dalam kasus di Kanjuruhan, hanya terdapat suporter dari tim tuan rumah.
Kekecewaan terhadap hasil akhir diyakini menjadi salah satu sebab terbesar yang mendorong terjadinya kericuhan di dalam stadion.
Terlebih terdapat fakta yang dianggap menyakitkan oleh Aremania mengingat selama 23 tahun lamanya Arema tidak pernah kalah di kandang ketika menghadapi Persebaya. Rekor apik tersebut kemudian sirna tatkala Persebaya berhasil menaklukkan Arema.
Selain kekecewaan, kericuhan ini juga tampaknya disebabkan oleh berbagai akumulasi ketidakdisiplinan suporter di Indonesia secara umum.
Mereka tidak melihat rambu-rambu sportivitas sebagai batas yang nyata yang seharusnya dipegang teguh. Aroma rivalitas membuat banyak suporter klub-klub di Indonesia kerap gelap mata.
Kita tidak ingin lagi mendengar peristiwa memilukan di dunia sepak bola nasional yang selama ini lebih terlihat seperti medan perang yang menagih korban jiwa ketimbang sebagai olahraga yang menyenangkan dan mempersatukan.
Sumber: Antara