Dukung Peningkatan Investasi dan Produktivitas Sektor Migas, ASPEBINDO Gelar Indonesia Energy Outlook 2025
JAKARTA, iNews.id - Peningkatan produktivitas dan hilirisasi sumber-sumber energi saat ini menjadi fokus utama pemerintah bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global. Fokus ini menjadi salah satu dari delapan misi besar pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, yang dikenal sebagai Asta Cita.
Sebagai bentuk mendukung misi tersebut, Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo) selenggarakan Indonesia Energy Outlook 2025 sekaligus diskusi panel dalam rangka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Aspebindo, yang berlangsung di Park Hyatt, Jakarta, pada Kamis (27/2/2025).
Dalam sambutannya saat pembukaan acara, Ketua Umum Aspebindo Anggawira mengatakan, bahwa tujuan Rakernas yang digelar asosiasi industri energi pertambangan dan mineral yang dinahkodainya adalah untuk mengolaborasikan setiap elemen dalam industri energi pertambangan dan mineral, mulai dari investor, industri, hingga perusahaan penyedia kebutuhan industri.
"Saat ini anggota asosiasi ini semakin beragam dan lintas sektor, dari mulai yang bergerak dalam pertambangan mineral hingga supply chain BBM," ujarnya.
Dia menambahkan, hadirnya Aspebindo menjadi wadah untuk menghadapi tantangan industri ini. Pihaknya yakin kolaborasi sebagai tujuan dari rakernas ini bisa jadi jembatan bagi semua elemen untuk mewujudkan meningkatkan produksi energi pertambangan dan migas.
Menurut Anggawira, sesuai dengan kebijakan pemerintah di bidang energi dan sumber daya mineral, bangsa Indonesia harus melakukan percepatan untuk seluruh proses peningkatan produktivitas dan hilirisasi sumber-sumber energi.
"Sebagai organisasi industri yang bergerak di bidang energi pertambangan dan mineral, Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo) siap berkolaborasi untuk mendukung program Asta Cita Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto," ujarnya.
Regulasi Sektor Hulu Migas Buka Peluang Investasi
Tiket Pesawat Mudik Lebaran Diskon 14
Indonesia Energy Outlook 2025 terdiri dari tiga diskusi panel, sesi diskusi panel pertama yang mengangkat tema bertajuk “'Regulatory Reform for Upstream Oil dan Gas Unlocking Investment Opportunity and Legal Certainty”, menghadirkan para narasumber kompeten di antaranya Regional President Asia Pacific Gas & Low Carbon Energy (G & LCE) British Petroleum,Kathy Wu,Staf Khusus (Stafsus) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nanang Abdul Manaf; Wakil Ketua Umum Aspebindo Fathul Nugroho, dan VP Upstream Business Planning & Portfolio, Management PT Pertamina Hulu Energi Asep Samsul Arifin.
Regional President Asia Pacific Gas & Low Carbon Energy (G & LCE) British Petroleum, Kathy Wu yang menuturkan, Indonesia adalah salah satu negara yang penting dalam industri energi dan sumber daya mineral.
“Oleh karena itu, agar dapat memaksimalkan potensi sumber daya alam dan menarik investasi asing, menurutnya pemerintah perlu menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui kebijakan yang tepat,” ucapnya.
Dia mengambil contoh succes story Meksiko yang menerapkan kebijakan dan regulasi, fiskal yang atraktif dan fleksibel, dan pemberian insentif dalam menarik investasi asing ke dalam industri energi dan sumber daya mineral.
"Perbaikan kebijakan dan regulasi sangat penting untuk mendorong investasi asing masuk ke industri energi dan sumber daya mineral Indonesia. Pertimbangan lainnya adalah keamanan dan pemberian insentif," ujar Kathy.
Sementara, terkait investasi migas Stafsus Kementerian ESDM Nanang Abdul Manaf mengatakan, investor luar negeri di dalam industri pertambangan sangat diperlukan oleh industri hulu minyak dan gas (migas) karena memang karakteristik industri migas adalah sangat high investment, high risk, dan high technology.
"Pertamina pernah mengebor sumur yang memakan waktu hingga satu tahun dengan biaya triliunan, namun ternyata dry hold. Jadi industri ini sangat high risk dan high investasi, dan high technology. Kalau mendanai sendiri Pertamina nggak akan mampu. Saking besarnya risiko dan investasi yang diperlukan untuk industri ini, kita butuh investasi luar negeri, perlu berkolaborasi dengan berbagai pihak," katanya.
SPBU Shell Indonesia Milik Siapa?
Selaras dengan pandangan Kathy tentang kepastian regulasi dan tingkat keamanan guna meminimalisir risiko. Nanang mengatakan, untuk meningkatkan investor dari luar negeri, pertama-tama harus meningkatkan prospektivitas eksplorasi di Indonesia.
"Prospektivitas eksplorasi adalah penyediaan data, hasil studi-studi yang komprehensif dan terintegrasi sehingga risiko untuk kegagalan atau dry hold itu diperkecil. Prospectivity sangat penting kalau mau mendatangkan investor asing," tuturnya.
Sementara itu, Fathul Nugroho menyoroti tentang industri hulu migas yang memiliki tantangan dan risiko sangat besar, nilainya hingga miliaran dolar. Pertamina berkompetisi dengan negara-negara di seluruh dunia.
"Saat ini investasi luar negeri untuk industri migas di sektor hulu kebanyakan ke Amerika Utara, sekitar 40 persen, di Middle East sekitar 20-30 persen, sisanya 30 persen ke seluruh dunia. Kita memperebutkan sisa investasi yang sebesar 30 persen tersebut," tuturnya.
Menurutnya, fiskal dan insentif yang ditawarkan Indonesia harus bisa menarik international oil company. "Agar bagaimana mereka melakukan eksplorasi dan mendevelop lapangan-lapangan frontier dan marginal yang ada di Indonesia," ujarnya.
Saat ini, masalah utama yang dihadapi industri migas Indonesia adalah penurunan lifting akibat menurunnya produksi serta teknologi yang sudah tertinggal. Selama sepuluh tahun terakhir, produksi minyak Indonesia mengalami penurunan sebesar 3 persen.
"Kita harus genjot eksplorasi agar menemukan cadangan baru untuk meningkatkan produksi. Kita masih bisa produksi 500 ribu barel per hari sampai tahun 2030. Untuk mencapai 1 juta barel per hari perlu dilakukan percepatan Enhance Oil Recovery (EOR). Tantangannya adalah investasi dan regulasi. Kita berharap ada perbaikan tata kelola, dan segera revisi UU Migas," ucapnya.
Sementara Asep Samsul Arifin, VP Upstream Business Planning & Portfolio Management PT Pertamina Hulu Energi mengatakan, sebagai investor, saat ini wilayah kerja Pertamina Hulu Energi sebanyak 26 persen ada di dalam negeri, beberapa persen lainnya di luar negeri. "Dari 26 persen tersebut kami menyumbang sekitar 63 persen produksi nasional," katanya.
Menurut Asep, tantangan lainnya yang dihadapi Pertamina seperti teknologi yang tertinggal. Oleh karena itu diharapkan yang bisa dilakukan sekarang adalah memelihara dan men-develop sumur eksisten yang sustainable produksinya.