Perluasan Kebun Sawit Tidak Akan Sebabkan Deforestasi
JAKARTA, iNewsTangsel.id - Rencana Presiden Prabowo Subianto untuk memperluas lahan kelapa sawit dinilai sebagai langkah tepat dan tidak akan menyebabkan deforestasi, seperti yang dikhawatirkan banyak pihak. Hal ini disampaikan oleh Guru Besar IPB University, Prof. Budi Mulyanto, saat dimintai tanggapan pada Rabu (8/1/2025).
Menurut Prof. Budi, langkah ini sejalan dengan visi Presiden Prabowo untuk memperkuat ketahanan pangan dan energi. Ia menegaskan bahwa ekstensifikasi atau perluasan lahan perlu dilakukan karena intensifikasi saja, seperti melalui Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), tidak cukup memenuhi kebutuhan nasional.
“Berdasarkan perhitungan kami, penerapan B40 (mandatori biodiesel 40) telah mengancam keseimbangan neraca sawit untuk pangan, energi, dan ekspor. Dengan kapasitas produksi saat ini, kebutuhan biodiesel telah menggerogoti alokasi sawit untuk pangan dan ekspor,” jelas Prof. Budi.
Karena itu, peningkatan produktivitas harus dilakukan melalui ekstensifikasi. Ia mencatat bahwa Indonesia memiliki sekitar 31,8 juta hektare lahan hutan yang sudah tidak berhutan, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2020.
Ekstensifikasi Tanpa Deforestasi
Prof. Budi menyarankan agar perluasan kebun sawit dilakukan pada kawasan hutan yang tidak lagi berhutan, yang saat ini banyak berupa semak belukar, lahan masyarakat, sawah, atau pemukiman warga transmigrasi. “Kawasan ini perlu diberdayakan agar lebih produktif, tanpa menyebabkan deforestasi,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa deforestasi besar-besaran sudah terjadi pada masa lalu, terutama antara tahun 1975 hingga 1980-an akibat kebijakan Hak Penguasaan Hutan (HPH). Oleh karena itu, lahan yang sudah tidak berhutan ini harus dioptimalkan penggunaannya.
“Kementerian Kehutanan perlu mengeluarkan lahan seluas 31,8 juta hektare ini dari status kawasan hutan agar dapat dimanfaatkan secara optimal untuk perkebunan sawit atau tanaman pangan,” kata Prof. Budi.
Dukungan dari Pelaku Industri dan DPR
Rumah Sawit Indonesia (RSI), asosiasi pemangku kepentingan industri sawit nasional, juga mendukung kebijakan Presiden Prabowo. Ketua Umum RSI, Kacuk Sumarto, mengatakan bahwa kemandirian bioenergi, termasuk hingga mandatori B100, perlu menjadi misi pemerintah untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045.
Kacuk sepakat bahwa intensifikasi melalui PSR harus terus dilakukan, didukung riset dan teknologi. Namun, jika produksi minyak sawit masih kurang, ekstensifikasi di lahan terdegradasi adalah solusi terbaik. Ia juga menyarankan penggunaan mixed plantation untuk mempertahankan sebagian fungsi ekologis lahan, seperti menggabungkan sawit dengan tanaman berkayu penghasil pangan.
Di sisi lain, anggota Komisi IV DPR RI Firman Subagyo menegaskan perlunya regulasi khusus terkait perkelapasawitan untuk memastikan target produksi nasional. “Tanpa aturan yang jelas, hutan kita bisa menjadi korban. Regulasi ini penting untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan energi, pangan, dan ekspor,” ujar Firman.