Rupiah Ditutup Keok ke Rp16.217 per Dolar AS

Rupiah Ditutup Keok ke Rp16.217 per Dolar AS

Ekonomi | inews | Kamis, 9 Januari 2025 - 16:20
share

JAKARTA, iNews.id - Nilai tukar (kurs) rupiah pada perdagangan hari ini, Kamis (9/1/2025) ditutup melemah 6,5 poin atau 0,04 persen ke level Rp16.217 per dolar AS. Hal ini juga sejalan dengan sentimen global dan domestik.

Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, pelemahan rupiah ini juga disebabkan oleh sentimen eksternal, yaitu imbal hasil obligasi AS terus meningkat karena Trump mempertimbangkan untuk mengumumkan keadaan darurat ekonomi nasional. 

“Investor mengantisipasi kebijakan Trump seperti deregulasi dan pajak yang lebih rendah akan mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi ada kekhawatiran bahwa kebijakan tersebut, bersama dengan tindakan tarif yang belum dikonfirmasi, dapat menyebabkan percepatan kembali inflasi,” tulis Ibrahim dalam risetnya, Kamis (9/1/2025). 

Ia pun memperkirakan, kurs rupiah untuk perdagangan selanjutnya akan bergerak fluktuatif dan ditutup melemah direntang Rp16.200 - Rp16.250 per dolar AS.
 
Menurut Ibrahim, pasar sekarang memperkirakan hanya 39 basis poin pelonggaran dari Federal Reserve tahun ini, dengan pemotongan suku bunga pertama kemungkinan akan terjadi pada bulan Juni. 

Gubernur Fed Christopher Waller mengatakan pada hari Rabu bahwa inflasi akan terus turun pada tahun 2025 dan memungkinkan bank sentral AS untuk lebih lanjut menurunkan suku bunga, meskipun dengan kecepatan yang tidak pasti.
 
Selain itu, Inflasi indeks harga konsumen sebagian besar tetap datar pada bulan Desember, data menunjukkan pada hari Kamis, sementara inflasi indeks harga produsen menyusut selama 27 bulan berturut-turut. 

Data menunjukkan sedikit perbaikan dalam disinflasi China, bahkan ketika Beijing memberikan putaran tindakan stimulus paling agresif sejak akhir September.
 
Sentimen konsumen yang lemah telah menjadi titik tekanan utama pada ekonomi China, karena kekhawatiran atas perlambatan pertumbuhan dan penurunan pasar properti yang berkepanjangan sebagian besar menghalangi pengeluaran selama dua tahun terakhir.

Dari sentimen domestik, kepesertaan Indonesia di BRICS bisa dinilai sebagai upaya memperkuat hubungan tidak hanya dengan China tapi dengan Brasil dan Afrika Selatan maupun negara Timur Tengah. Indonesia juga berpeluang untuk berpartisipasi dalam solidaritas negara Global South dalam mengurangi hegemoni Barat yang ada saat ini.
 
Disisi lain, aliansi BRICS tidak begitu memberikan keuntungan untuk Indonesia karena ekonomi China diproyeksikan akan melambat terutama pasca kembali terpilihnya Donald Trump yang memicu proteksionisme dagang.
 
Ketidakpastian ekonomi global karena perang dagang antara China dan AS, akan mengacak stabilitas ekonomi di beberapa negara, dan ini tentunya akan berimbas pada Indonesia. Ditambah lagi ancaman Trump pada negara anggota BRICS jika melakukan dedolarisasi.
 
"Reaksi Trump perlu untuk diwaspadai, karena dia merupakan salah satu pemimpin yang membuktikan ucapannya. Jika, US memberlakukan tarif 100 persen pada negara anggota BRICS, tentu Indonesia akan terkena imbas dari kebijakan tersebut, tidak bisa dipungkiri ini juga akan menjadi tantangan bagi ekonomi Indonesia dalam jangka waktu pendek atau menengah," ujar dia.
 
Hal ini juga akan menyebabkan penurunan tajam pada volume ekspor, terutama untuk produk-produk yang sangat bergantung pada pasar AS. Tidak hanya itu, kekhawatiran ketergantungan yang semakin kuat pada China masih menghantui Indonesia.

Topik Menarik