Pemerintah AS Terbuka Negosiasi dengan China untuk Redakan Perang Dagang

Pemerintah AS Terbuka Negosiasi dengan China untuk Redakan Perang Dagang

Berita Utama | idxchannel | Rabu, 16 April 2025 - 04:50
share

IDXChannel- Pemerintah Amerika Serikat (AS) terbuka bernegosiasi dengan China untuk menyelesaikan perang dagang yang meningkat beberapa hari terakhir. AS kini menunggu ajakan dialog dari China.

"Bola ada di tangan China. China perlu membuat kesepakatan dengan kami. Kami tidak harus membuat kesepakatan dengan mereka," kata Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt dilansir dari Bloomberg, Rabu (16/4/2025).

Leavitt menegaskan tidak ada perbedaan antara China dan negara lain, kecuali tarif. Dia menyebut China sangat membutuhkan akses ke pasar AS karena besarnya jumlah konsumen.

"Tidak ada perbedaan antara China dan negara lain kecuali mereka jauh lebih besar, dan China menginginkan apa yang kita miliki, apa yang diinginkan setiap negara, apa yang kita miliki (konsumen Amerika) atau dengan kata lain, mereka membutuhkan uang kita," ucapnya.

Ketegangan antara kedua negara semakin meningkat setelah China melarang maskapai penerbangannya menerima pengiriman pesawat Boeing dari AS. Langkah ini disebut sebagai balasan terhadap keputusan AS yang menaikkan tarif impor hingga 145 persen untuk berbagai produk asal China.

Presiden AS Donald Trump langsung beraksi terkait keputusan China tersebut. Trump menyebut China mengingkari kesepakatan besar terkait pembelian Boeing yang disepakati pada masa pemerintahannya sebelumnya.

Di sisi lain, pemerintahan Trump juga tengah bernegosiasi dengan puluhan negara lain untuk menurunkan hambatan dagang sebagai imbalan atas pengurangan tarif yang sebelumnya diberlakukan. Pemerintah telah menangguhkan tarif tersebut selama 90 hari sejak 10 April untuk memberi ruang bagi proses dialog.

Namun, hingga kini hubungan antara AS dan China belum mereda. Terbaru, China mengumumkan tarif hingga 125 persen untuk semua produk AS mulai 12 April. Sebelumnya, Trump juga menaikkan bea masuk 145 persen untuk produk impor asal China.

(Ibnu Hariyanto)