Bagaimana Hukum Imam Sholat Tarawih Live TikTok?

Bagaimana Hukum Imam Sholat Tarawih Live TikTok?

Berita Utama | okezone | Jum'at, 14 Maret 2025 - 07:25
share

JAKARTA - Hukum imam sholat tarawih live TikTok baru-baru ini menjadi banyak pertanyaan banyak warganet. Sholat berjamaah sambil live TikTok berpotensi menimbulkan riya’ atau pamer dalam ibadah.

Sehingga dapat merusak pahala sholat. Tidak dianjurkan bila seseorang beribadah tanpa keikhlasan, ingin dilihat, atau ingin dipuji orang lain karena hal ini termasuk kategori syirik. Hal tersebut pun telah dijelaskan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulummiddin.

Dilansir dari berbagai sumber pada Jumat (14/3/2025), Okezone telah merangkum hukum imam sholat tarawih live TikTok, sebagai berikut.

Hukum Imam Sholat Tarawih Live TikTok

Secara fiqih, sholat yang dilakukan sambil live streaming di TikTok tetap sah selama syarat dan rukunnya terpenuhi serta tidak ada hal-hal yang membatalkannya. Namun, dari sisi etika, melakukan live streaming saat sholat berpotensi mengganggu kekhusyukan ibadah.

Padahal, khusyuk merupakan salah satu aspek paling penting dalam sholat, yang dapat mempengaruhi kualitas dan nilai ibadah seseorang di hadapan Allah. Sesuai dengan firman-Nya dalam surat Thaha:

   وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي    

Artinya:

 “Tunaikanlah sholat untuk mengingatKu.” (QS Thaha: 14). 

Meskipun mayoritas ulama tidak menganggap khusyuk sebagai syarat sahnya sholat, namun khusyuk tetap menjadi aspek etika yang paling penting ketika seorang hamba menghadap Tuhannya. Tidak sepatutnya seseorang melakukan hal-hal yang dapat mengurangi atau merusak kekhusyukan dalam ibadah.

Sebaliknya, ia harus berusaha semaksimal mungkin untuk fokus dan menjalankan sholat dengan penuh kekhusyukan. Imam Nawawi menjelaskan bahwa segala hal yang dapat menyibukkan hati dan menghilangkan kekhusyukan dalam shalat hukumnya makruh. Beliau mengatakan: 

  وَفِي رِوَايَةٍ لَا صَلَاةَ بِحَضْرَةِ طَعَامٍ وَلَا وَهُوَ يُدَافِعُهُ الْاَخْبَثَانِ فِي هَذِهِ الْأَحَادِيثِ كَرَاهَةُ الصَّلَاةِ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ الَّذِي يُرِيدُ أَكْلُهُ لِمَا فِيهِ مِنَ اشْتِغَالِ الْقَلْبِ بِهِ وِذِهَابِ كَمَالِ الْخُشُوعِ وَكَرَاهَتِهَا مَعَ مُدَافَعَةِ الْأَخْبَثَيْنِ وَهُمَا الْبَوْلِ وَالْغَائِطِ وَيُلْحَقُ بِهَذَا مَا كَانَ فِي مَعْنَاهُ مِمَّا يُشْغِلُ الْقَلْبَ وَيُذْهِبُ كَمَالَ الْخُشُوعِ  

 

Artinya:

“Dalam sebuah riwayat disebutkan: “Tidak ada shalat di hadapan makanan (yang sudah siap) dan tidak pula dalam keadaan menahan dua hal yang kotor (buang air kecil dan besar). Hadits-hadits ini menunjukkan makruhnya shalat ketika ada makanan yang ingin dimakan, karena hal itu dapat menyibukkan hati dan mengurangi kekhusyukan.

Demikian pula, sholat dalam keadaan menahan buang air kecil atau besar juga dimakruhkan. Semua hal yang serupa, yang dapat mengganggu hati dan menghilangkan kesempurnaan khusyuk dalam sholat, juga termasuk dalam hukum ini.” (Syarafuddin an-Nawawi, Syarah Nawawi ala Shahih Muslim, [Bairut, Dar Ihya` at-Turats al-‘Arabi: 1393], jilid V, halaman 46).   

Selain itu, sholat sambil live streaming dan disaksikan oleh banyak orang berpotensi menimbulkan rasa riya’ atau pamer dalam ibadah. Padahal, riya’ merupakan penyakit hati yang dapat merusak pahala suatu ibadah. Seorang Muslim seharusnya beribadah dengan penuh keikhlasan, hanya mengharap ridha Allah, tanpa ada niat ingin dipuji atau diperhatikan oleh orang lain. 

Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulummiddin menegaskan: 

  فأما إذا قصد الأجر والحمد جميعا في صدقته أو صلاته فهو الشرك الذي يناقض الإخلاص  وقد ذكرنا حكمه في كتاب الإخلاص ويدل على ما نقلناه من الآثار قول سعيد بن المسيب وعبادة بن الصامت إنه لا أجر له فيه أصلا  

Artinya:
“Jika seseorang bersedekah atau shalat dengan niat mengharap pahala dari Allah sekaligus menginginkan pujian dari manusia, maka perbuatannya termasuk syirik yang bertentangan dengan keikhlasan.

Hukum mengenai hal ini telah kami jelaskan dalam kitab Ikhlas. Dalil yang mendukung pendapat ini adalah perkataan Sa'id bin al-Musayyib dan Ubadah bin ash-Shamit, yang menyatakan bahwa orang tersebut tidak mendapatkan pahala sama sekali.” (Ihya’ Ulumiddin, [Beirut, Darul Ma’rifah: t.t.] jilid III, halaman 301).


 

Topik Menarik