Weekend Story: Dilema Kepala Daerah PDIP, Ikut Retreat atau Patuh Instruksi Partai
JAKARTA, iNews.id - Instruksi Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri untuk menunda keikutsertaan kepala daerah dari partainya dalam retreat di Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah memicu perdebatan hangat. Instruksi ini menunjukkan betapa pentingnya kepentingan partai dalam dinamika politik.
Instruksi tersebut dikeluarkan setelah penahanan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDIP, Hasto Kristiyanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menambah ketegangan dalam situasi politik nasional.
Dalam konteks pemerintahan, retreat dapat menjadi momen untuk merumuskan kebijakan yang lebih efektif dan efisien. Namun, ketika instruksi partai datang untuk menunda keikutsertaan dalam retreat, muncul pertanyaan tentang prioritas yang harus diambil oleh kepala daerah.
Namun, hal ini juga menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana kepala daerah harus menyeimbangkan antara kepentingan partai dan tugas pemerintahan yang harus dijalankan.
Kepala daerah yang berasal dari PDIP kini dihadapkan pada dilema yang tidak mudah. Di satu sisi, mereka harus menunjukkan loyalitas kepada partai dengan mengikuti instruksi Megawati. Sementara, di sisi lain mereka juga memiliki tanggung jawab untuk menjalankan tugas pemerintahan dengan sebaik-baiknya.
Retreat kepala daerah dan instruksi Megawati merupakan dua hal yang harus dipertimbangkan dengan hati-hati oleh kepala daerah dari PDIP. Menyeimbangkan antara kepentingan partai dan tugas pemerintahan menjadi tantangan yang harus dihadapi dengan bijaksana.
Langkah Awal Oposisi Keras
Pengamat politik Ray Tangkuti mengatakan, sikap Megawati Soekarnoputri itu bisa dimaknai PDIP akan cenderung melangkah ke arah oposisi keras.
"Jika dalam 100 hari masa kerja Prabowo, geliat oposisi masih moderat maka kebijakan menarik kader mereka dari retreat merupakan pernyataan terbuka untuk oposisi keras PDIP," ujar Ray kepada iNews.id.
Menurutnya, langkah ini tak sekadar disebabkan oleh penahanan Hasto Kristiyanto. Sebelumnya, kata dia Prabowo sudah seperti mengumumkan perpisahan pemerintah dengan PDIP.
Dalam acara Gerindra Prabowo menyanjung Joko Widodo (Jokowi) dan menyatakan tidak semua partai harus dalam satu barisan pemerintah. Pidato dan teriakan hidup Jokowi ini seperti isarat keras Prabowo bahwa pemerintahannya lebih memilih berkoalisi dengan Jokowi dibandingkan dengan PDIP.
"Jadi sikap PDIP yang sekarang merupakan respons atas pernyataan posisi Prabowo terhadap PDIP," ucapnya.
Situasi ini dinilai akan ada kesulitan bagi pemerintahan Prabowo untuk mengorkestrasi hubungan pemerintah pusat dengan daerah. Mengingat jumlah kepala daerah PDIP yang cukup besar.
"Ketidakharmonisan pemerintah pusat-daerah akan dapat menganggu capaian-capaian kesuksesan pemerintah pusat. Sebut saja program MBG, akan direspons biasa saja oleh pemerintah daerah, khususnya berasal dari PDIP," katanya.
Dia menuturkan, menarik anggota PDIP dari retreat juga berarti pernyataan bahwa pemerintah daerah dari PDIP akan lebih luwes jika berhubungan dengan pemerintah pusat.
Apalagi, lanjut dia dana transfer daerah telah dipotong 50. Artinya, pemerintah daerah akan merasa lebih terbuka untuk tidak selalu sejalan dengan pemerintah pusat.
"Dalam bahasa lain, kekuatan pemerintah daerah dari PDIP akan menjadi salah satu kekuatan dan daya tawar PDIP untuk mengoposisi pemerintahan Prabowo-Gibran," ucapnya.
Sementara itu, analis komunikasi politik Hendri Satrio (Hensa) menilai PDIP perlu memberikan penjelasan lebih rinci terkait maksud dan tujuan dari surat instruksi tersebut.
Dia menyoroti status kepala daerah yang telah menjadi pejabat publik, yang dipilih langsung oleh rakyat, bukan semata-mata sebagai kader partai.
Menurutnya, surat instruksi tersebut akan menimbulkan dua dampak bagi situasi negara serta politik saat ini. Pertama, lanjut dia berpotensi membuat kepala daerah yang berpartai PDIP tidak tegak lurus terhadap Prabowo.
Kedua, kata dia berpotensi membuat para kepala daerah dari PDIP itu berpindah partai mengatasnamakan rakyat. “PDIP apakah sudah menghitung kemungkinan kalau kepala daerah yang diusung oleh mereka berpotensi keluar demi memperjuangkan rakyat yang memilih mereka?” katanya.
Dia mengingatkan, PDIP harus berhati-hati dalam menyikapi situasi ini agar tidak menimbulkan persepsi keliru di masyarakat. “Jangan sampai disalahartikan oleh rakyat bahwa PDIP sedang melakukan perlawanan terhadap negara atau tidak mengikuti arahan kepala negara,” ucapnya.
Selain itu, pemerintah dinilai perlu memberikan penjelasan terkait sifat acara retreat tersebut. Hingga kini belum ada kejelasan apakah acara tersebut wajib atau tidak.
“Kalau emang itu enggak wajib, jelaskan kalau itu enggak wajib, kalau memang wajib juga jelaskan, beri sanksi jika ada kepala daerah yang tidak datang,” katanya.
“Pemerintah sebaiknya menjelaskan agar ini tidak bikin gaduh satu Indonesia,” ucapnya.
Wamendagri: Absen Retreat, Wajib Ikut Gelombang Berikutnya
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya mengingatkan, kepala daerah yang tidak ikut retreat di Magelang saat ini untuk mengikuti kegiatan serupa pada gelombang berikutnya. Retreat dinilai kegiatan penting, sehingga harus diikuti oleh seluruh kepala daerah yang telah dilantik.
"Untuk kepala daerah, tetap harus mengikuti kegiatan pada gelombang berikutnya. Waktunya menunggu keputusan MK," kata Bima Arya, Jumat (21/02)2025).
Menurutnya, tidak ada sanksi administrasi apa pun bagi kepala daerah yang tidak hadir. Dia menyampaikan, dari total 503 kepala daerah yang tidak hadir mengikuti retreat sebanyak 53 orang. Dari jumlah tersebut, 47 orang di antaranya tidak ada keterangan yang jelas.
Kepala Daerah PDIP Kumpul di Magelang
Sementara itu, sebanyak 57 kepala daerah dari PDIP telah berkumpul di Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (22/2/2025). Belum dapat dipastikan apakah kepala daerah dari PDIP itu akan bergabung dalam kegiatan retreat.
Bupati Tapanuli Tengah, Masinton Pasaribu mengatakan, Kepala daerah dari PDIP, termasuk dia secara prinsip tidak menolak untuk ikut dalam kegiatan retreat. Mereka hanya menunda menyusul adanya instruksi dari Megawati.
"Prinsipnya memang bersedia, cuma menunda saja. Menunda itu kan bukan berarti tidak," katanya.
Saat ini dia dan kepala daerah dari PDIP lainnya masih menunggu informasi lebih lanjut dari Gubernur Jakarta, Pramono Anung yang diberi tugas berkomunikasi dengan pemerintah.
"Waktunya kapan Insya Allah sehari dua hari ini kami siap bergabung. Ibu Megawati sudah menugaskan Mas Pram untuk berkomunikasi dengan pemerintah," katanya.