Kisah Residen Belanda Selingkuh dengan Putri Keraton Yogya Buat Pangeran Diponegoro Murka

Kisah Residen Belanda Selingkuh dengan Putri Keraton Yogya Buat Pangeran Diponegoro Murka

Nasional | okezone | Minggu, 5 Januari 2025 - 07:15
share

JAKARTA - Perang Jawa antara Pangeran Diponegoro dengan Belanda berawal dari Keraton Yogyakarta yang kehilangan taringnya. Saat itu memang Residen Belanda baru saja beralih jabatan dari Baron Van Salis ke Antonie Hendrik Smissaert, pada tahun 1823.

Residen baru itu disebutkan memiliki gaya hidup mewah dan suka berfoya-foya. Ia lebih sering berada di villanya di tengah-tengah perkebunannya di Bedoyo daripada di lojinya. Bahkan Smissaert juga memiliki rasa benci mendalam ke Pangeran Diponegoro, yang tidak diketahui alasannya.

Ketiadaan pemimpin di Keraton Yogyakarta memperparah ulah Residen Smissaert. Ia kerap bertindak sesukanya ke pejabat kesultanan. Mereka tidak lagi menghormati adat istiadat Jawa.

Pada rapat-rapat resmi yang diadakan pada hari Senin dan Rabu, residen selalu duduk di kursi atau mahligai tempat raja duduk, yang disediakan untuk Sultan, yang oleh sementara bangsawan dinilai sebagai pencemaran atas kekuatan gaibnya.

Dikutip dari buku "Sejarah Nasional Indonesia IV : Kemunculan Penjajahan di Indonesia", Minggu (5/1/2025), tingkat pejabat Belanda juga diperparah mudahnya memasuki area keraton, termasuk mengadakan hubungan gelap dengan beberapa putri keraton membuat Diponegoro prihatin.

Selain masalah moral, konflik pribadi antara Diponegoro dengan Smissaert semakin tajam, sesudah terjadi peristiwa saling mempermalukan di depan umum dalam suatu pesta di kediaman residen atau loji. Saat itu, Diponegoro terang-terangan menentang Smissaert.

Pada suatu hari Smissaert dan Danurejo memerintahkan memasang anjir atau tiang pancang sebagai tanda akan dibuatnya jalan baru, yang sengaja melintasi tanah milik Diponegoro di Tegalrejo. Diponegoro memerintahkan anak buahnya untuk mencabuti pancang-pancang tersebut.

 

Bahkan Pangeran Diponegoro langsung mengeluarkan catatan, dan mencatat peristiwa ini berbunyi "sesudah solat asar saya keluar rumah melihat ada gerombolan orang. Saya bertanya kepada seorang pembantu saya Ki Soban namanya. Soban apa yang terjadi kok banyak orang bergerombol? Orang dari luar Gusti utusan Patih akan membuat jalan. Saya panggil pembantu yang lain Mangunharjo. Apa yang terjadi Mangunharjo? Kenapa tidak memberi tahu saya? Cabut semua pancang itu!.

Residen mendapat laporan bahwa pancang-pancang itu dicabut oleh pengikut Diponegoro. Lalu Danurejo memerintahkan untuk memasang kembali pancang-pancang, dengan dikawal oleh pasukan Macanan, pasukan pengawal Kepatihan.

Sebaliknya pengikut Diponegoro membalas mencabuti pancang-pancang yang baru ditanam. Oleh pengikut Diponegoro pancang tersebut diganti dengan tombak - tombak mereka. Insiden pancang ini membuat konflik antara Smissaert - Danurejo, dengan Pangeran Diponegoro kian tinggi hingga melibatkan kekuatan bersenjata.

Topik Menarik