Anak Mantan Gubernur Maluku Utara Mangkir dari Panggilan KPK
JAKARTA, iNewsAmbon.id - Muhammad Thariq Kasuba, putra mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba (AGK), tidak memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku Utara.
Pemeriksaan terhadap Thariq dijadwalkan pada Senin (11/11) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Namun, Thariq, yang akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Komisaris PT Fajar Gemilang, tidak hadir tanpa memberikan alasan.
Hal serupa juga dilakukan oleh saksi lain, Nurul Iffah, seorang ibu rumah tangga yang turut dijadwalkan diperiksa.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, mengonfirmasi ketidakhadiran kedua saksi. "Saksi tak hadir tanpa keterangan," ujar Tessa, Selasa (12/11).
KPK menyatakan akan menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap keduanya.
Sebelumnya, Mantan Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba (AGK), didakwa menerima suap dan gratifikasi yang mencapai lebih dari Rp100 miliar.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Ternate, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Rio Vernika Putra menyebutkan bahwa AGK menerima gratifikasi senilai Rp99,8 miliar dan 30.000 dolar AS baik melalui transfer maupun tunai.
Gratifikasi tersebut diterima melalui 27 rekening berbeda, termasuk rekening atas nama sekretaris pribadi, keluarga, dan dirinya sendiri. Dari total tersebut, Rp87 miliar diterima melalui transfer bank secara bertahap.
AGK diduga memanfaatkan jabatannya untuk memerintahkan bawahannya memanipulasi laporan perkembangan proyek infrastruktur, sehingga pencairan anggaran dapat dilakukan meskipun progres proyek belum mencapai 50.
Selain gratifikasi, AGK juga diduga menerima suap senilai Rp2,2 miliar untuk membayar keperluan pribadi, termasuk penginapan hotel dan biaya kesehatan.
Selain kasus suap dan gratifikasi, KPK juga menjerat Abdul Gani Kasuba dengan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Bukti awal menunjukkan bahwa AGK menggunakan dana hasil korupsi untuk membeli aset-aset bernilai tinggi yang diatasnamakan pihak lain guna menyamarkan asal-usul dana tersebut.
Estimasi awal nilai pencucian uang ini mencapai lebih dari Rp100 miliar. Sejumlah aset bernilai ekonomis telah disita oleh KPK sebagai bagian dari penyidikan.