KPK Dalami Aliran Dana Dugaan Korupsi Eks Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba
JAKARTA, iNewsAmbon.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menyelidiki aliran dana yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi mantan Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba (AGK).
Penyelidikan ini melibatkan pemeriksaan sejumlah saksi untuk mengungkap sumber dan penggunaan dana tersebut.
Pada Jumat (8/11), KPK memeriksa Yuniar, seorang pegawai negeri sipil di Biro Umum Sekretariat Daerah Provinsi Maluku Utara, di Kantor Imigrasi Maluku Utara.
"Saksi hadir dan didalami terkait aliran dana tersangka AGK," ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika, Sabtu (9/11).
Namun, KPK belum memberikan keterangan lebih rinci mengenai jumlah aliran dana yang sedang ditelusuri dalam kasus ini.
Sebelumnya, penyidik KPK juga memeriksa Abdul Gani Kasuba terkait kepemilikan aset yang diduga diperoleh melalui hasil tindak pidana korupsi.
Pemeriksaan dilakukan pada Selasa (5/11) di Rumah Tahanan (Rutan) Ternate, tempat AGK menjalani masa penahanan.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan, "Tersangka AGK didalami terkait kepemilikan aset-aset serta sumber dana pembeliannya."
Pemeriksaan serupa juga dilakukan terhadap mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran Maluku Utara, Irman Jacub, yang terlibat dalam perkara yang sama.
Pada Kamis (26/9), Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Ternate menjatuhkan hukuman delapan tahun penjara kepada AGK atas kasus suap dan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku Utara.
Vonis ini juga disertai denda Rp300 juta dengan subsider enam bulan kurungan.
AGK diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp109,056 miliar dan 90.000 dolar Amerika Serikat. J
ika tidak dibayarkan dalam satu bulan setelah putusan inkrah, harta benda milik AGK akan disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi kewajiban tersebut.
Jika harta benda tidak mencukupi, AGK akan menjalani tambahan pidana penjara selama tiga tahun enam bulan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya menuntut hukuman sembilan tahun enam bulan penjara dan denda Rp300 juta dengan subsider enam bulan kurungan.
Majelis hakim memutuskan hukuman yang lebih ringan namun tetap memberikan penekanan pada pembayaran uang pengganti untuk kerugian negara.