Sengketa Tanah Keranga Labuan Bajo: Keluarga Naput Bantah Tuduhan Mafia Tanah.
Kupang, iNewsAlor.id- Sengketa lahan seluas 11 hektare di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, memasuki babak baru setelah keluarga almarhum Nikolaus Naput dan Beatrix Seran Nggebu almarhuma memberikan klarifikasi. Mereka membantah tudingan bahwa orang tua mereka adalah mafia tanah, sebagaimana disebutkan di berbagai media sosial.
Maria Fatmawati Naput, anak sulung almarhum, di Kupang, Jumat (17/01/2025) tidak kuasa menahan tangis saat menceritakan kronologi kepemilikan tanah tersebut. “Kami sebagai anak merasa tidak nyaman dengan tuduhan di media sosial bahwa orang tua kami mafia tanah,” ujarnya.
Demikan pula, Irene E.W. Naput, anak bungsu dalam keluarga, dengan tegas menyatakan bahwa tudingan terhadap kedua orang tua mereka sangat tidak berdasar. “Kami sebagai anak-anak terganggu dengan tuduhan bahwa orang tua kami mafia tanah. Ini adalah tuduhan keji,” ungkap Irene.
Yohanis Fans Naput, salah satu ahli waris, mengungkapkan bahwa tanah di Keranga seluas 16 hektare, dibeli oleh almarhum ayah mereka pada tahun 1990 dengan harga Rp 9 juta, bukti dokumen penyerahan dari fungsionaris adat lengkap.
Jumlah tersebut, menurutnya, adalah nilai yang sangat besar pada masa itu dan diketahui oleh masyarakat setempat. "Waktu itu, pembelian ini cukup heboh karena nilai yang besar untuk zaman itu," tutur Yohanis.
Sementara itu, tanah di Golo Keranga merupakan warisan dari almarhumah Beatrix Seran Nggebu, ibu mereka. Paulus Grans Naput, ahli waris lainnya, menjelaskan bahwa tanah tersebut diperoleh melalui proses adat yang sah. “Melalui fungsional adat, ibu kami menyerahkan uang sebesar Rp 1,5 juta sebagai bagian dari proses itu,” katanya.
Keempat anak almarhum Nikolaus Naput dan Beatrix Seran Nggebu, yaitu Maria Fatmawati Naput, Yohanis Fans Naput, Paulus Grans Naput, dan Irene E.W. Naput, bersatu dalam memperjuangkan hak atas tanah tersebut. Mereka menegaskan bahwa tanah itu diperoleh kedua orang tua mereka dengan kerja keras dan keringat.
“Kami akan mempertahankan dan memperjuangkan apa yang menjadi peninggalan orang tua kami,” kata mereka serempak.
Mursyid Surya Candra, kuasa hukum Keluarga Naput mengatakan setelah terjadi sengekta, di tahun 2014, tepatnya tanggal 29 November, didampingi fungsionaris adat H. Ramang, dilakukan mediasi, dimana Ibrahim A. Hanta dan keluarga penggugat lainnya, mengakui tanah tersebut milik Nikolaus Naput dan keinginan keluarga Ibrahim A. Hanta, untuk miliki sebagaian tanah disepakati dalam berita acara mediasi, dan dibicarakan dengan keluarga Nikolaus Naput. "Jadi sempat ada mediasi, dan mereka mengakui tanah tersebut milik Nikolaus Naput" Ujar Mursyid.
Sengketa tanah ini menjadi perhatian publik, terutama di Labuan Bajo, Ahli Waris keluarga Naput berharap adanya keadilan dalam penyelesaian masalah ini. Kami Berharap adanya Keadilan dan hak kami dikembalikan, ujar mereka sebagai ahli waris sah.
Adapun Almarhum Nikolaus Naput, pada tahun 1990 membeli tanah di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, seluas 16 Ha, seharga 9 juta rupiah dari fungsionaris adat, Haja Siti Naasiah Daeng Mawera dan Nasar Bin - Haji Supu, sesuai akta jual beli, yang merupakan ahli waris fungsional adat yang sah, dan dari 16 Ha ini, 11 Ha kini yang disengketakan.