Mengenal Tradisi Makepung, Balapan Kerbau Petani Jembrana Rayakan Hasil Panen
JAKARTA, iNews.id - Tradisi Makepung adalah balapan kerbau yang dilakukan masyarakat Bali khususnya petani. Tradisi ini telah berlangsung turun-temurun di Kabupaten Jembrana.
Sepintas Makepung ini mirip dengan Karapan Sapi di Madura. Namun perbedaan keduanya terdapat pada hewan yang digunakan balapan.
Karapan di Madura menggunakan hewan sapi, sementara Makepung menggunakan kerbau. Hewan kerbau dipilih untuk menghormati ajaran agama Hindu yang meyakini sapi sebagai kendaraan Dewa Batara Guru sehingga harus dihormati dan dianggap suci.
Sejarah Makepung
Makepung berasal dari bahasa Bali yang artinya balapan, pacuan, atau cepat-cepatan mengejar sampai penaripan.
Makepung muncul pertama kali pada 1930 di Kabupaten Jembrana. Pada awalnya Makepung dimainkan oleh para petani di Jembrana sebagai sarana hiburan dan mengisi waktu senggang saat membajak sawah atau memanen padi.
Para petani di Jembrana bekerja secara gotong-royong, sehingga ada banyak bajak yang digunakan untuk mengolah lahan pertanian. Masing-masing bajak ditarik oleh dua ekor kerbau yang ditunggangi oleh seorang sais yang duduk di atas bajak lampit slau.
Kegiatan ini memunculkan keinginan di antara para sais untuk mengadu kebolehan kerbaunya dalam menarik bajak. Inilah cikal-bakal Makepung, yaitu adu kekuatan kerbau menarik bajak.
Atraksi adu kekuatan kerbau penarik bajak ini pertama kali diadakan di Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana. Sedangkan tempat pelaksanaannya di sawah yang berisi tanah lumpur.
Seiring perkembangan waktu, Makepung tidak hanya dijadikan sebagai sarana hiburan mengisi waktu luang para petani. Makepung menjadi ajang perlombaan. Bukan hanya digelar di area sawah, namun berpindah ke tanah datar.
Pemerintah Provinsi Bali maupun Kabupaten Jembrana telah mendorong Makepung menjadi aset wisata yang menarik bagi para wisatawan lokal maupun mancanegara.