Sejarah Masjid Agung Demak, Peninggalan Kesultanan Demak yang Kini Jadi Destinasi Wisata Religi
JAKARTA, iNews.id - Inilah sejarah Masjid Agung Demak, peninggalan Kesultanan Demak yang masih berdiri kokoh hingga sekarang. Masjid Agung Demak berada di Kampung Kauman, Bintoro, Demak, Jawa Tengah.
Masjid Agung Demak ini menjadi salah satu masjid tertua di Indonesia yang berdiri sejak 1479 Masehi.
Kini, masjid peninggalan Kerajaan Demak ini ikon wisata religi yang ada di Kabupaten Demak.
Sejarah Masjid Agung Demak
Masjid Agung Demak didirikan oleh Raden Patah bersama dengan para Wali Songo pada abad ke-15 Masehi.
Dalam Babad Jaka Tingkir diceritakan bahwa para wali dan para adipatinya berkumpul untuk membicarakan tujuan para wali yang ingin mendirikan sebuah masjid besar.
Nantinya, masjid tersebut akan digunakan sebagai tempat berkumpul, berunding, serta menjalankan ibadah sholat Jumat.
Masjid tersebut nantinya akan menggantikan masjid lama yang diprakarsai pembangunannya oleh Sunan Ampel.
Dikutip dari laman Pemkab Demak, Raden Patah dan para Walisongo membangun masjid ini dengan memberi gambar serupa bulus. Ini merupakan candra sengkala memet yang bermakna Sirno Ilang Kertaning Bumi.
Secara filosofis, bulus sendiri menggambarkan tahun pembangunan Masjid Agung Demak, yakni 1401 Saka. Tak hanya itu, bulus juga merupakan simbol Masjid Agung Demak yang dibuktikan dengan adanya berbagai ornamen bergambar bulus di dinding masjid.
Pembangunan Masjid Agung Demak ini selesai pada 1608. Pada masa kejayaan Kesultanan Demak, masjid ini ramai didatangi orang dari berbagai penjuru nusantara. Saat pengunjung semakin banyak, Raden Patah kemudian memerintahkan para wali untuk memperluas bangunan masjid.
Masjid Agung Demak ini menjadi tempat berkumpulnya Walisongo untuk menyebarkan agama Islam ini. Hingga kini, salah satu masjid tertua di Indonesia ini masih menjadi pusat syiar Islam.
Arsitektur Masjid Agung Demak
Masjid Agung Demak memiliki luas 1,5 hektar dan terdiri atas ruang utama, pawestren, dan serambi.
Mengutip laman cagarbudaya.kemdikbud.go.id, Masjid Agung Demak ini dibangun dengan gaya khas Majapahit yang dipadukan dengan langgam rumah tradisional Jawa Tengah.
Pura Catur Bhuana Diresmikan: Selain Wisata Alam, Raja Ampat Bakal Jadi Tujuan Wisata Religi
Adaptasi bangunan Majapahit dapat dilihat dari bentuk atap Masjid Agung Demak. Bentuk tersebut diyakini sebagai bentuk akulturasi dan toleransi masjid sebagai sarana penyebaran agama Islam di tengah masyarakat Hindu.
Atap Masjid Agung Demak lebih mirip dengan bangunan suci umat Hindu atau pura yang terdiri atas tiga tajuk. Bagian tajuk paling bawah menaungi ruangan ibadah. Tajuk kedua lebih kecil dengan kemiringan lebih tegak ketimbang atap di bawahnya.
Sedangkan tajuk tertinggi berbentuk limas dengan sisi kemiringan lebih runcing. Mengutip website resmi Dinas Pariwisata Kabupaten Demak, atap tersebut memiliki filosofi akidah agama Islam, yaitu Iman, Islam, dan Ihsan.
Pada bagian serambi masjid terdapat delapan pilar penyangga yang konon dibawa langsung dari Majapahit.
Tak hanya pilar serambi, empat tiang utama atau soko guru yang berfungsi sebagai penyangga bangunan dari tanah sampai puncak masjid.
Empat tiang yang masing-masing berada di arah mata angin ini dibuat langsung oleh Walisongo, yakni Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel, dan Sunan Kalijaga.
Diantara tiang tersebut, tiang yang letaknya di sebelah timur laut memiliki keunikan tersendiri. Tiang tersebut sangat unik karena dibuat dari serpihan kayu yang ditata dan dipadatkan lalu diikat sehingga membentuk tiang yang rapi. Oleh sebab itu disebut sebagai tiang tatal.
Di masjid ini juga terdapat Pintu Bledeg yang dianggap dapat menahan petir. Pintu tersebut dibuat oleh Ki Ageng Selo dan juga merupakan prasasti Candra Sengkala yang berbunyi Nogo Mulat Sarira Wani, maknanya tahun 1388 Saka atau 1466 Masehi.
Nah, itulah sejarah Masjid Agung Demak, peninggalan Kesultanan Demak yang masih ada hingga sekarang dan menjadi ikon wisata religi.