Mengenal Sejarah Lenong Betawi yang Sudah Ada sejak Abad 19, Berawal dari Pengamen
JAKARTA, iNews.id - Hari Ulang Tahun Jakarta diperingati setiap tanggal 22 Juni. Kemeriahan ulang tahun Jakarta identik dengan kesenian Lenong Betawi yang fenomenal.
Tak terasa usia Jakarta sudah menyentuh 495 tahun. Memang sudah terlampau tua, namun budaya Betawi yang ada di Jakarta tak pernah luntur meski zaman semakin maju.
Salah satu yang tetap bertahan di tengah perkembangan era modern adalah Lenong Betawi. Istilah Lenong pasti sudah sangat familiar di telinga masyarakat Jakarta.
Seni teater dengan menggunakan dialek khas Betawi ini mampu menjadi hiburan yang tak pernah membosankan. Menurut Engkar Karmilasari, pemimpin grup kesenian Betawi Sinar Norray sekaligus putri mendiang Mpok Nori, Lenong identik dengan dua unsur.
Diiringi gambang keromong dengan bodoran (lawakan), jadi namanya ngelenong ujar Engkar, ketika dihubungi MNC Portal, Selasa (21/6/2022).
Awal Mula Lenong
Lenong sudah ada sejak akhir abad ke 19. Awalnya, pertunjukan lenong dilakukan dengan cara mengamen dari satu kampung ke kampung lain. Tak ada atap ataupun panggung megah, dahulu lenong dipertontonkan di ruang terbuka. Tapi semua itu berubah di masa awal kemerdekaan Indonesia. Teater khas Betawi ini dibawa ke panggung dan menjadi tontonan rakyat.
Hingga pada tahun 1970an, Taman Ismail Marzuki rutin menggelar pertunjukan lenong. Engkar mengatakan, dahulu Lenong memiliki durasi waktu yang sangat lama. Bayangkan saja, satu pertunjukan Lenong bisa digelar semalam suntuk.
Dulu kalau kita manggung di Lenong dari abis shalat isya sampai jam 3 atau setengah 4 (pagi) baru berhenti ujar Engkar.
Selama satu malam itu, cerita yang dibawakan sebenarnya hanya satu. Namun, ada hiburan lain seperti misalnya saja musik instrumental dan lagu-lagu gambang keromong. Nah jam 10 baru dimulai cerita kata dia.
Sekarang, Lenong tidak lagi dihelat hingga menjelang subuh. Cukup dua hingga tiga jam saja pertunjukan Lenong dipertontonkan.
Jenis Lenong
Lenong terbagi antara dua jenis. Ada Lenong Denes dan Lenong Preman, masing-masing memiliki ciri cerita yang berbeda. Kalau preman itu cerita tentang tokoh jagoan, kalau lenong denes cerita raja-raja atau bangsawan kata Engkar.
Selayaknya seni teater lain, lenong Betawi juga sangat memerhatikan kostum. Atribut maupun pakaian dari sang pelakon harus selalu disesuaikan dengan alur cerita yang dimainkan.
Lenong Masih Diminati Sampai Sekarang
Walaupun sinetron, web series, teater musika modern sudah menjamur, nyatanya Lenong masih tetap eksis. Engkar menceritakan, setiap kali grup Sinar Norray menggelar lenong, penonton sampai rela membawa alas duduk sendiri agar nyaman selama menyaksikan lenong.
Masih banyak peminatnya, kalau orang nonton bawa tiker di depan panggung. Kalau di tempat hajatan masih banyak yang nonton ujar Engkar.
Lebih lanjut Engkar mengaku tidak hanya orang tua saja, anak-anak muda tak kalah bersemangat jika ada acara lenong, terutama ketika dilaksanakan malam minggu.