Masjid Raya Sultan Riau, Peninggalan Kerajaan Riau-Lingga yang Masih Utuh sampai Sekarang
Masjid Raya Sultan Riau atau yang disebut Masjid Sultan Riau merupakan salah satu masjid tertua dan bersejarah di Indonesia yang berada di pulau Penyengat, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau.
Masjid ini salah satu masjid unik karena salah satu campuran bahan bangunan yang digunakan adalah putih telur. Masjid ini juga dijadikan situs cagar budaya oleh pemerintahan Republik Indonesia.
Masjid yang dengan ketebalan dinding mencapai 50 cm merupakan satu-satunya peninggalan Kerajaan Riau-Lingga yang masih utuh. Bahkan sampai saat ini masjid masih digunakan oleh warga untuk beribadah.
Di halaman masjid terdapat dua buah rumah sotoh yang diperuntukkan bagi musafir dan tempat menyelenggarakan musyawarah. Tidak hanya itu, di halaman masjid juga terdapat dua balai, yang digunakan tempat menaruh makanan ketika ada kenduri dan untuk berbuka puasa ketika bulan Ramadhan.
Warna kuning cerah masjid Sultan Riau terlihat jelas dari Dermaga Panjang dan Pelabuhan Sri Bintan Pura, Kota Tanjungpinang. Tiga belas kubah dan empat menara masjid berujung runcing setinggi 18,9 meter yang dulunya digunakan oleh muadzin untuk mengumandangkan adzan, sehingga membuat bangunan tampak megah seperti istana raja di India.
Susunan kubahnya bervariasi yakni tiga dan empat kubah. Ketika kubah dan menara di jumlahkan, menunjukkan pada angka 17, yang diartikan sebagai jumlah rakaat dalam sholat yang harus dikerjakan umat Islam dalam sehari.
Masjid berwarna kuning cerah ini awalnya dibangun sekitar tahun 1771-1815, namun hanya berupa bangunan kayu sederhana dengan lantai batu bata yang dilengkapi menara setinggi lebih kurang 6 meter.
Namun karena masjid tidak cukup untuk menampung jemaah yang terus bertambah sehingga Yang Dipertuan Muda Raja Abdurrahman, Sultan Kerajaan Riau-Linggga pada 1831-1844 berinisiatif untuk memperbaiki dan memperbesar masjid tersebut. Hingga kini masjid tersebut tidak pernah di renovasi atau di ubah bentuknya.