Tarif Trump Diproyeksi Tekan Ekonomi Asia ke Level Terendah Sejak Pandemi

Tarif Trump Diproyeksi Tekan Ekonomi Asia ke Level Terendah Sejak Pandemi

Terkini | idxchannel | Selasa, 15 April 2025 - 13:24
share

IDXChannel - Tarif global yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump diperkirakan menekan pertumbuhan ekonomi Asia hingga ke level terendah sejak pandemi Covid-19, menurut ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO)

Melansir Bloomberg, Selasa (15/4/2025), jika tarif timbal balik dari AS benar-benar diterapkan, pertumbuhan ekonomi Asia secara keseluruhan diperkirakan melambat menjadi 3,8 persen tahun ini dan 3,4 persen pada 2025.

Estimasi 2025 itu sudah mencakup tarif Trump terhadap semua negara. Namun, belum memperhitungkan pengecualian sementara yang baru-baru ini diumumkan untuk produk-produk tertentu seperti ponsel pintar dan elektronik.

Proyeksi tersebut lebih rendah dari baseline tanpa tarif, yaitu 4,2 persen dan akan menjadi laju pertumbuhan paling lambat sejak anjlok ke 3,3 persen pada 2022.

Meskipun beberapa negara akan terkena dampak lebih besar karena ketergantungan mereka terhadap ekspor ke AS, seperti Vietnam dan Kamboja, kawasan Asia dinilai masih bisa meredam dampaknya melalui pelonggaran kebijakan moneter dan peningkatan belanja fiskal, menurut lembaga berbasis di Singapura tersebut.

"Mereka akan mengambil respons kebijakan untuk mengurangi dampaknya," kata Kepala Ekonom AMRO, Hoe Ee Khor. 

Kawasan Asia dinilai cukup tangguh karena selama bertahun-tahun berhasil mengumpulkan cadangan devisa dan lebih fleksibel dalam hal nilai tukar, ditambah inflasi yang terkendali memberi ruang bagi bank sentral untuk memangkas suku bunga.

Asia diperkirakan akan menjadi kawasan yang paling terdampak dari dorongan proteksionisme Trump, mengingat kenaikan tarif terhadap China yang terus berlanjut dan bagaimana rantai pasok di kawasan ini saling terhubung erat. 

Para pejabat dari Vietnam hingga Jepang telah berupaya mencari pengecualian dan menawarkan berbagai konsesi dalam pertemuan dengan mitra mereka di AS.

Beberapa bank sentral di kawasan ini bahkan telah mulai memangkas suku bunga, mengingat risiko terhadap prospek pertumbuhan, termasuk Reserve Bank of India pekan lalu, yang memberi sinyal pelonggaran tambahan dalam beberapa bulan ke depan.

Sementara itu, tarif sebesar 145 persen yang diumumkan tahun ini terhadap China, ditambah dengan bea balasan dari pihak China terhadap AS, membuat perdagangan antara kedua negara diperkirakan menurun drastis.

Namun, dampak tersebut dinilai masih dapat ditangani oleh China karena pangsa ekspor mereka ke AS semakin kecil dari total Produk Domestik Bruto (PDB) mereka, menurut AMRO. 

Terkait kemungkinan kedua ekonomi benar-benar terpisah (decoupling) secara penuh, dinilai kecil kemungkinannya oleh Khor. 

"Decoupling berarti seluruh ekspor dan impor turun jadi nol. Itu skenario ekstrem yang tidak akan terjadi," ujarnya. 

Jika diterapkan, tarif AS terhadap Asia, di luar China, akan naik hingga rata-rata 26 persen, menurut AMRO. 

Saat ini, sekitar 15 persen dari total ekspor kawasan Asia menuju ke AS setara dengan sekitar 4 persen dari PDB kawasan.

(NIA DEVIYANA)

Topik Menarik