Netanyahu Makin Terdesak, 250 Mantan Agen Mossad termasuk Para Bos Teken Petisi Setop Perang Gaza
TEL AVIV, iNews.id - Komponen militer dan sipil Israel yang menandatangani petisi penghentian perang di Gaza bertambah lagi. Teranyar, lebih dari 250 mantan agen badan intelijen Mossad, termasuk para pimpinan, merilis petisi baru.
Surat kabar Israel Yedioth Ahronoth melaporkan di antara para mantan agen tersebut di antaranya pernah menjadi pejabat tinggi Mossad. Petisi tersebut dirilis pada Minggu (13/4/2024) malam. Dua tuntutan utama dalam petisi adalah segera mengakhiri perang di Gaza serta pemulangan seluruh sandera di Gaza.
"Surat tersebut, diprakarsai oleh mantan perwira senior Mossad GailShorsh, itu memuat tanda tangan tiga mantan kepala Mossad DannyYatom, EphraimHalevy, dan TamirPardo, serta puluhan kepala departemen dan wakil kepala departemen badan tersebut," demikian laporan Yedioth Ahronoth.
Ini merupakan petisi kedua dalam waktu 24 jam yang ditandatangani oleh komponen masyarakat Israel. Pada hari yang sama sekitar 200 dokter cadangan militer aktif juga menandatangani petisi menuntut diakhirinya perang serta pemulangan sandera Israel.
Pada Jumat (11/4/2025), lebih dari 800 tentara Israel juga menandatangani petisi mendesak pemerintah untuk mencapai kesepakatan pertukaran tahanan dengan Hamas serta mengakhiri perang. Sebelumnya, lebih dari pilot Angkatan Udara Israel (IAF) cadangan maupun pensiun juga meneken surat serupa.
Surat yang diterbitkan pada satu halaman penuh beberapa surat kabar Israel secara terang-terangan menantang kebijakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang kukuh meningkatkan serangan ke Gaza. Netanyahu yakin cara itu akan membuat Hamas membebaskan sandera Israel yang tersisa di Gaza, padahal tak pernah berhasil meski perang sudah berlangsung hampir 1,5 tahun.
“Kami, kru pesawat di pasukan cadangan dan pensiun, menuntut pemulangan segera para sandera, bahkan jika harus mengorbankan penghentian permusuhan segera,” bunyi surat.
Disebutkan, perang di Gaza hanya untuk melayani kepentingan politik dan pribadi, bukan keamanan nasional. Selain itu serangan terus-menerus hanya akan membahayakan nyawa para sandera, tentara IDF, dan warga sipil tak berdosa.
"Hanya kesepakatan (gencatan senjata) yang bisa mengembalikan para sandera dengan aman, sementara tekanan militer mengarah pada pembunuhan para sandera serta membahayakan tentara kita."
Sementara itu para tentara yang meneken petisi pada Jumat berasal dari berbagai divisi dan spesialisasi di angkatan darat, termasuk unit intelijen 8200, pasukan khusus, serta unit elite seperti Sayeret Matkal, Shayetet, dan Shaldag. Sekitar 20 hingga 30 persen dari tentara yang meneken petisi itu adalah personel cadangan aktif.
Netanyahu juga mengancam akan memecat tentara aktif yang menandatangani petisi untuk menghentikan perang.
"Penolakan adalah penolakan, bahkan ketika itu tersirat dan diungkapkan dalam bahasa yang halus," kata Netanyahu.
Hamas pun mengomentari maraknya penandatanganan petisi oleh kalangan militer maupun sipil Israel untuk mengakhiri perang.
“Meningkatnya seruan di kalangan entitas penjajah untuk menghentikan perang serta membebaskan para tahanan menegaskan pertanggungjawaban (Perdana Menteri Israel Benjamin) Netanyahu yang memperpanjang perang dan penderitaan para sandera (Israel) serta rakyat kami,” bunyi pernyataan Hamas.
Thom Haye Ungkap Cerita Menarik di Balik Proses Gol Ole Romeny di Laga Timnas Indonesia vs Bahrain
Darah anak-anak Gaza serta sandera Israel, lanjut Hamas, hanyalah korban ambisi Netanyahu untuk tetap berkuasa serta terhindar dari tuntutan hukum.
“Persamaannya jelas: Pembebasan sandera sebagai imbalan atas penghentian perang. Dunia menerima, tapi Netanyahu menolak," kata Hamas.