Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Bebas dari Tahanan
SEOUL, iNews.id - Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol bebas dari penjara, Sabtu (8/3/2025). Pengadilan Distrik Seoul, Korea Selatan, pada Jumat kemarin memerintahkan pembebasan Yoon atas tuntutan pengacaranya karena penahanan sang presiden dinilai cacat hukum.
Pengacara menilai Yoon seharusnya bisa menjalani persidangan atas tuduhan pemberontakan terkait status darurat militer tanpa harus ditahan.
Yoon keluar dari Pusat Penahanan Seoul pada Sabtu sore setelah mendekam selama 52 hari. Meski demikian sidang kasus tuduhan pemberontakan serta pemakzulannya terus berlanjut.
Pembebasan Yoon dilakukan setelah Jaksa Agung Shim Woo Jung memutuskan tidak mengajukan banding atas putusan hakim tersebut. Jaksa memiliki waktu 7 hari untuk mengajukan banding, namun kesempatan itu tidak diambilnya.
Sementara itu Yoon tampak semringah saat keluar dari penjara. Dia melambaikan tangan kepada para pendukung sambil membungkuk dalam-dalam sebagai bentuk rasa hormat dan terima kasih atas perhatian mereka.
"Saya mengapresiasi keberanian dan tekad pengadilan dalam mengoreksi pelanggaran hukum," kata Yoon, seperti dikutip dari Yonhap.
Partai berkuasa yang menaungi Yoon, Partai Kekuatan Rakyat (PPP), menyambut baik pembebasan tersebut. Bukan hanya itu PPP mendesak Mahkamah Konstitusi untuk mempertimbangkan putusan pengadilan tersebut dalam persidangan pemakzulan.
"Ini adalah keputusan yang adil dan partai berharap ini menjadi kesempatan untuk memperbaiki aturan hukum yang menyimpang," kata Juru Bicara PPP, Shin Dong Wook.
Sebaliknya, partai oposisi utama, Partai Demokrat, mengecam keras jaksa penuntut karena memperburuk krisis dengan membebaskan Yoon. Mereka mendesak Mahkamah Konstitusi untuk secara resmi memakzulkannya dalam putusan yang akan datang.
Mahkamah Konstitusi diperkirakan akan memutuskan apakah akan menerima pemakzulan Yoon atau memulihkan jabatannya pada bulan ini.
Alasan Pembebasan Yoon
Pengadilan Distrik Seoul memerintahkan pembebasan Yoon setelah pengacara menentang penangkapan kliennya tersebut. Alasannya, pihak yang mengajukan penahanan yakni otoritas anti-korupsi Korsel, Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi, tidak berhak menyelidiki kasus pemberontakan kliennya.
Hakim menegaskan, wajar untuk membatalkan penangkapan karena ada kebutuhan untuk memastikan kejelasan mengenai prosedur serta menghapus keraguan mengenai legalitas proses penyelidikan.
Tim hukum Yoon memuji keputusan hakim dengan menyebutkan, supremasi hukum di Korsel masih ada.
Pengacara mempermasalahkan jaksa penuntut karena terlalu lama menjatuhkan dakwaan terhadap Yoon. Berdasarkan Undang-Undang Prosedur Pidana Korsel, jika jaksa menahan dan tidak mengajukan dakwaan dalam waktu 10 hari, tersangka harus dibebaskan.
Yoon ditangkap pada 15 Januari dan penahanannya seharusnya berakhir pada 25 Januari. Namun jaksa penuntut baru mengeluarkan dakwaan pada 26 Januari. Oleh karena itu perpanjangan masa hukuman kliennya dianggap melanggar hukum.
Sementara itu Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi berdalih, bisa menyelidiki kasus pemberontakan sebagai kejahatan yang terkait dengan penyalahgunaan kekuasaan.