Ekonomi Rusia dalam Masalah, Bisakah Putin Membalikkan Keadaan?

Ekonomi Rusia dalam Masalah, Bisakah Putin Membalikkan Keadaan?

Terkini | sindonews | Selasa, 31 Desember 2024 - 10:10
share

Operasi militer Moskow ke Ukraina pada Februari 2022 lambat laun berpengaruh buruk terhadap ekonomi Rusia. Konflik telah menyebabkan depresiasi rubel yang parah, kenaikan tingkat inflasi dan pengalihan dana dari anggaran nasional ke sektor militer.

Keadaan ini terus memperburuk situasi ekonomi Rusia. Pasar tenaga kerja Rusia berada dalam kondisi yang cukup mengerikan karena konflik yang sedang berlangsung di Eropa Timur. Namun, komitmen total industri negara dan sebagian besar tenaga kerja Rusia terhadap upaya perang bukanlah satu-satunya masalah.

Dengan mempertimbangkan berkurangnya jumlah pekerja yang berusia lanjut akibat kekalahan pada Perang Dunia II, Rusia saat ini menghadapi krisis populasi yang sangat besar yang telah berlangsung selama beberapa dekade.

"Semua faktor ini, dikombinasikan dengan sanksi yang mencekik dan isolasi internasional, meletakkan dasar bagi 'badai yang sempurna' di tahun-tahun mendatang," ujar pakar demografi Salavat Abylkalikov kepada Meduza, dilansir dari The Daily Diggest, Selasa (31/12/2024).

Bagaimana Situasi Sebenarnya Negara Ini?

Bagaimana faktor-faktor ini secara langsung memengaruhi ekonomi Rusia dan bagaimana mereka akan membentuk kesejahteraan sosial dan keuangan negara di masa depan?

Seperti yang telah disoroti oleh para ahli, krisis demografi secara langsung memengaruhi pasar tenaga kerja Rusia. Menurut Institut Ekonomi Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia, pada akhir 2023, Rusia akan kekurangan tenaga kerja hingga 4,8 juta orang.

Menurut Meduza, kekurangan ini disebabkan oleh dua faktor utama. Di satu sisi, angka kelahiran menurun antara tahun 1987 dan 1999. Di sisi lain, populasi pensiunan dini atau pensiunan “akan mencapai hampir 13 juta pekerja pada pertengahan 2030,” jelas Abylkalikov.

Perang Memperburuk Segalanya

Tentu saja, ini tidak memperhitungkan gajah di dalam ruangan, yang saat ini memengaruhi setiap aspek masyarakat dan ekonomi Rusia. Perang di Ukraina menyebabkan semua masalah yang coba diabaikan oleh Kremlin.

Tingginya jumlah tentara Rusia dan korban jiwa, sebagian besar dari mereka adalah pria usia produktif. Menurut Kementerian Pertahanan Rusia, negara itu akan merekrut 500 ribu tentara pada 2023. Hal ini mengurangi jumlah tenaga kerja yang tersedia di pasar tenaga kerja Rusia.

Selain itu, para ahli yang dikonsultasikan oleh Meduza mengklaim bahwa akan ada masalah dengan kembalinya para tentara dari garis depan setelah perang berakhir, dengan masalah seperti alkoholisme, kekerasan, dan kejahatan. Pasar tenaga kerja pascaperang tidak akan kembali normal.

Faktor lain yang terkait dengan perang yang memengaruhi pasar tenaga kerja adalah emigrasi penduduk Rusia yang meninggalkan negara itu karena menentang konflik yang dimulai oleh Kremlin.

Mengenai angka migrasi, situs berita The Bell memperkirakan pada Juli 2024 sekitar 650 ribu orang meninggalkan Rusia setelah dimulainya perang dan belum kembali ke negara itu.

Angka-angka ini konsisten dengan perkiraan ahli demografi Alexei Raksha, yang dikonsultasikan oleh Meduza, yang memperkirakan bahwa antara 400 ribu dan 500 ribu orang telah meninggalkan Rusia. Dia mencatat bahwa statistik migrasi yang dibagikan oleh Kremlin “tidak lengkap, sengaja tidak dapat diakses, dan semakin langka”.

Penurunan jumlah migran yang masuk ke Rusia juga berdampak pada perekonomian nasional. Menurut Rosstat, 560.400 migran memasuki Rusia tahun lalu, 23 lebih sedikit dari tahun sebelumnya dan merupakan jumlah terendah sejak 2013.

Optimisme Kremlin

Terlepas dari angka-angka yang mengkhawatirkan ini, Kremlin tetap optimistis terhadap warganya dan membalas dengan angka-angka yang positif.

Berbicara baru-baru ini di sebuah forum investasi yang diselenggarakan oleh bank Rusia VTB, Presiden Rusia Vladimir Putin membanggakan bahwa negaranya kini menikmati tingkat pengangguran 2,4 persen. Namun, apakah angka yang disampaikan Putin itu mungkin terjadi.

Kenyataannya, peningkatan jumlah pekerja Rusia di industri pertahanan cukup signifikan antara 2023 dan paruh pertama 2024, sekitar 600.000 orang mulai bekerja di perusahaan-perusahaan sektor pertahanan di Rusia, sebuah industri yang kini mempekerjakan sekitar 3,8 juta pekerja, demikian menurut Wakil Perdana Menteri Rusia, Denis Manturov, seperti dikutip Meduza.

Industri Pertahanan dan Dampak Ekonomi

Namun, meski para pekerja ini mengalami kenaikan upah, dekan Departemen Ekonomi di Universitas Negeri Moskow Alexander Auzan menjelaskan bahwa peningkatan pekerja industri pertahanan tidak berguna untuk produksi barang di pasar konsumen. Oleh karena itu, hal tersebut tidak terlalu membantu kemakmuran ekonomi negara.

"Apa yang bisa diberikan oleh industri pertahanan? Industri ini dapat memodernisasi tank, misalnya. Tapi tidak ada yang akan membeli tank. Tank itu akan pergi ke suatu tempat dan mungkin akan dihancurkan," kata Auzan, seperti dikutip oleh Meduza.

Gelembung Ekonomi Rusia

Natalia Zubarevich, seorang profesor dan pakar ekonomi di Moscow State University menyatakan, "Kenaikan upah, tanpa dukungan pertumbuhan produktivitas, dan ekonomi yang didasarkan pada suntikan modal oleh negara, terutama di industri pertahanan, adalah sesuatu yang tidak dapat dipertahankan dari waktu ke waktu. Ini adalah gelembung".

Bagaimana tepatnya gelembung ekonomi Rusia akan pecah masih harus dilihat. Namun, yang jelas bagi para analis dan pakar adalah bahwa tren saat ini akan terus berlanjut. "Penurunan pasar tenaga kerja Rusia akan terus berlanjut hingga pertengahan 2030," kata Natalia.

Topik Menarik