Profil Jimmy Carter Mantan Presiden AS, Tak Gentar Disebut Anti-Semit karena Bela Palestina

Profil Jimmy Carter Mantan Presiden AS, Tak Gentar Disebut Anti-Semit karena Bela Palestina

Terkini | inews | Senin, 30 Desember 2024 - 01:11
share

JAKARTA, iNews.id - Profil Jimmy Carter, mantan presiden Amerika Serikat (AS) yang meninggal dunia pada Minggu (29/12/2024) menarik diketahui. Carter meninggal dunia di usia 100 tahun, kediamannya di Plains, Georgia.

Politikus Partai Demokrat itu menjabat sebagai presiden ke-39 AS dari Januari 1977 hingga Januari 1981 setelah mengalahkan petahana dari Republik, Gerald Ford, dalam Pilpres AS 1976.

Profil Jimmy Carter

Pemilik nama lengkap James Earl Carter Jr itu lahir pada 1 Oktober 1924 di kota kecil Plains. Dia tumbuh di lingkungan pertanian. Ayahnya, James Earl Carter Sr, adalah seorang petani dan pengusaha. Sementara ibunya, Lillian Gordy Carter, seorang perawat.

Carter menempuh pendidikan di sekolah umum Plains kemudia berkuliah di Georgia Southwestern College dan Georgia Institute of Technology, hingga menerima gelar BS dari United States Naval Academy pada 1946.

Di Angkatan Laut, dia menjadi kru kapal selam, bertugas di armada Atlantik dan Pasifik, hingga pangkat terakhirnya sebelum purnabakti sebagai letnan.

Dia sempat ditugaskan ke Schenectady, New York oleh Laksamana Hyman Rickover untuk program kapal selam nuklir. Di kota metropolitan itu Carter mengambil program pascasarjana di Union College dalam bidang teknologi reaktor dan fisika nuklir serta menjabat sebagai perwira senior awak pra-komisioning kapal selam bertenga nuklir Seawolf.

Pada 7 Juli 1946, dia menikah dengan Rosalynn Smith juga berasal dari Plains. Setelah ayahnya meninggal pada 1953, dia mengundurkan diri dari jabatannya di angkatan laut untuk pulang ke Georgia.

Carter lalu mengambil alih bisnis pertanian keluarganya. Dia dan Rosalynn lalu menjalankan Carter's Warehouse, perusahaan benih dan perlengkapan pertanian serbaguna di Plains. Selain itu dia juga aktif di masyarakat, bertugas di dewan daerah yang mengawasi pendidikan, otoritas rumah sakit, dan perpustakaan.

Pada 1962 dia memenangkan pemilihan Senat Georgia dari Partai Demokrat. Namun kalah dalam pemilihan gubernur pertamanya pada 1966.

Tidak menyerah, Carter memenangkan pemilihan berikutnya, menjadi Gubernur Georgia ke-76 pada 12 Januari 1971. Selain itu dia menjadi ketua tim kampanye Komite Nasional Demokrat untuk pemilihan anggota Kongres dan gubernur pada 1974.

Menjadi Presiden AS

Pada 12 Desember 1974, dia mengumumkan pencalonannya sebagai presiden AS hingga memenangkan nominasi dari Denokrat dalam Konvensi Nasional Demokrat 1976 hingga terpilih sebagai presiden pada 2 November 1976.

Jimmy Carter menjabat sebagai presiden dari 20 Januari 1977 hingga 20 Januari 1981. Prestasi kebijakan luar negeri yang signifikan dari pemerintahannya meliputi perjanjian Terusan Panama, Perjanjian Camp David yang mendamaikan Mesir dan Israel, perjanjian SALT II dengan Uni Soviet, dan pembentukan hubungan diplomatik AS dengan Republik Rakyat China.

Dia juga getol memperjuangkan hak asasi manusia (HAM) di seluruh dunia.

Carter juga membuat heboh dunia melalui buku berjudul "Palestine Peace Not Apartheid" yang terbit pada 2006.

Buku ini dibuat berdasarkan pembicaraan damai antara Mesir dan Israel yang dia tengahi selama menjabat presiden. Pembicaraan damai itu dilakukan antara pemimpin Israel Menachem Begin serta Anwar Sadat dari Mesir yang menghasilkan perjanjian damai.

Dalam buku ini, Carter berpendapat bahwa kontrol dan pembangunan permukiman Israel yang berkelanjutan telah menjadi hambatan utama bagi perjanjian damai yang komprehensif di Timur Tengah.

Perspektif itu ditambah dengan penggunaan kata Apartheid dalam judul Peace Not Apartheid. Para kritikus menyebut penggunaan isilah itu sebagai kesalahan atau keliru, sehingga memicu protes keras dari kalangan pendukung Israel.

Dalam buku itu Carter berbicara tentang pengalamannya dalam menangani konflik Timur Tengah.

Beberapa orang menuduh bahwa Carter menganut bias anti-Israel dalam buku tersebut, sementara yang lain mengkritik karya tersebut karena ceroboh, menghilangkan informasi penting, dan karena tidak tepat dalam beberapa hal. Dalam banyak bagian, buku tersebut sangat kritis terhadap perlakuan Israel terhadap warga Palestina.

Namun Carter membela bukunya serta membantah bahwa respons terhadapnya di dunia nyata sangat positif.

Carter, sosok diplomat ulung yang membuatnya meraih Hadiah Nobel Perdamaian pada 2002, mengungkapkan rasa prihatin atas serangan yang ditujukan kepadanya sejak buku tersebut diterbitkan.

"Ini pertama kalinya saya disebut pembohong, fanatik, anti-Semit, pengecut, dan plagiator. Ini menyakiti saya," katanya.

Penggunaan kata "Apartheid" dalam judul buku tersebut memicu kontroversi. Namun Carter membela penggunaan kata tersebut dengan mengatakan dia menggunakannya meskipun sadar bahwa itu provokatif.

Di dalam negeri, prestasi pemerintahannya meliputi program energi komprehensif yang dijalankan oleh Departemen Energi; deregulasi dalam energi, transportasi, komunikasi, dan keuangan serta program pendidikan utama di bawah Departemen Pendidikan.

Topik Menarik