Polresta Barelang Ungkap Kasus TPPO Pengiriman PMI Ilegal

Polresta Barelang Ungkap Kasus TPPO Pengiriman PMI Ilegal

Terkini | batam.inews.id | Rabu, 20 November 2024 - 01:40
share

BATAM,iNewsBatam.id- Aparat kepolisian berhasil mengungkap kasus tindak pidana perdagangan orang ( TPPO ) dan pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal di Batam, Kepulauan Riau.

Dalam kasus ini, enam tersangka ditangkap dan menyelamatkan total 24 korban. Dari jumlah tersebut, 14 orang berhasil dicegah sebelum diberangkatkan ke luar negeri secara non-prosedural.

Kapolresta Barelang, Kombes Heribertus Ompusunggu, menjelaskan bahwa kasus ini berawal dari empat laporan polisi terkait aktivitas mencurigakan di Pelabuhan Ferry Internasional Batam Centre dan Terminal Kedatangan Bandara Hang Nadim.

"Para korban yang diselamatkan berasal dari berbagai daerah, termasuk Jawa Barat, Sumatra Barat, NTB, Jawa Timur, Medan, dan Lampung Timur," ungkapnya, Sabtu (16/11/2024).

Tersangka yang ditangkap adalah SF (44), PI (33), SN (33), JS (23), DM (22), dan S (47), yang menggunakan modus operandi menjanjikan pekerjaan bergaji tinggi di luar negeri tanpa biaya awal. Namun, para korban kemudian diberangkatkan dan ditempatkan di negara-negara seperti Malaysia, Singapura, dan Kamboja tanpa melalui prosedur resmi.

Tim Satreskrim Polresta Barelang, bekerja sama dengan unit Reskrim Polsek jajaran, berhasil mengungkap kasus ini melalui penyelidikan yang dilakukan sejak Oktober 2024.

Sebanyak 10 calon pekerja migran Indonesia (CPMI) yang sudah siap diberangkatkan berhasil diselamatkan, sementara 14 lainnya dihentikan sebelum keberangkatan mereka.

Polisi juga mengamankan para tersangka yang berperan dalam merekrut, mengurus akomodasi, dan memfasilitasi keberangkatan korban. Para korban kini telah diserahkan kepada BP3MI Kota Batam, sementara para tersangka masih menjalani proses penyidikan lebih lanjut.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 81, 83, dan 86 Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, dengan ancaman hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp15 miliar.

Topik Menarik